Ketua DPW Muhammadiyah Sumatera Barat, Shofwan Karim mengajak masyarakat untuk bersatu kembali pasca Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 17 April 2019 |
Sebagai Ketua DPW Muhammadiyah Sumatera Barat, Shofwan Karim mengajak masyarakat untuk bersatu kembali pasca Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 17 April 2019. Apatah lagi, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan Jokowi-Ma'aruf Amin sebagai pemenang pemilihan presiden.
"Kita harus melihat mekanisme demokrasi. Ada yang merasa hal-hal yang tidak baik, itu sudah diproses melalui hukum dan sudah sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sekarang ada yang ke MA, ya silahkan lah," ujarnya, Jumat, 12 Juli 2019.
Ia mengimbau masyarakat untuk mendinginkan perasaan, jangan sampai merasa tidak nyaman dengan keadaan yang ada. Sebab, negara ini bukan hanya ditentukan oleh pemilihan legislatif dan pemilihan presiden.
"Tapi masyarakat jangan lagi ikut pula merasa tidak nyaman dengan keadaan itu. Oleh karena itu kita mengimbau masyarakat, sudah lah, kita dinginkan perasaan dan kalau mereka masih berjuang, ya silahkan saja pihak-pihak di sana. Tapi kita kan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), negara bangsa ini kan taruhannya bukan pileg dan pilpres semata. Tapi tegaknya hukum, tegaknya demokrasi, itu harus kita patuhi," urainya.
Ia mengajak masyarakat untuk mendoakan keselamatan bangsa ini dan tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan jiawa bangsa yang toleran, taat hukum, ingin damai dan berkarya untuk bangsa.
"Untuk itu, marilah kita bersama-sama berdoa untuk keselamatan bangsa. Kita jangan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan jiwa masyarakat bangsa yang toleran, taat hukum, yang ingin damai, kita membangun dan bekerja kembali," cakapnya.
Menurutnya, segala bentuk caci maki harus dihentikan karena tidak ada faedahnya. Caci maki itu tidak akan membuat republik ini lebih baik. Justru akan berdampak hukum kepada pelakuknya.
"Kita mengimbau, hentikanlah caci maki di media sosial, karena tidak ada faedahnya. Caci maki itu tidak akan membuat republik ini lebih baik. Ketentuan hukum juga berlaku. Paling nanti, aparat di bidangnya akan melihat, kalau caci maki ini merusak sistem kebangsaan, pasti akan ada resiko," terangnya.
Ia mengimbau masyarakat kembali fokus bekerja. Kalau ada yang mau melakukan kritik juga dibolehkan, tetapi bukan caci maki yang dapat merusak sendi-sendi persatuan bangsa. Ditambah lagi, caci maki dan fitnah bukan budaya bangsa dan bukan pula budaya Islam.
"Untuk itu, kita kembali ke pekerjaan kita. Kalau mahasiswa ya belajar, kalau ASN ya bekerja, kalau wiraswasta ya apa yang mereka kerjakan. Dalam perjalanannya, kalau mau beroposisi, silahkan saja, itu kan boleh juga kan, bahwa mengkritik, silahkan saja. Tapi mencaci maki bukan budaya bangsa, bukan budaya Islam," tukuknya.
Di Minangkabau sendiri, jelasnya, masyarakatnya hidup berdasarkan falsafah Adat Basandi Syarakat, Syarak Basandi Kitabullah. Orang Minang sangat memahami apa yang disebut dengan istilah kato nan ampek.
"Kita kan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Oleh karena itu, sebagai orang Minang, kita kan tahu dengan kato nan ampek. Oleh karena itu, mari kita praktekan, kato mandaki, kato mandata, kato malereng, kato manurun itu. Kalau bisa, dalam bermedia sosial, sesuailah dengan akhlakul karimah," harapnya. (yy)