Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump telah mengonfirmasi bahwa penasihat kebijakan luar negerinya ingin melibatkan AS dalam berbagai konflik internasional. Tetapi dia menegaskan tetap mempertahankan keputusan akhir tentang apakah rudal Amerika akan terbang ke Iran atau tidak.
Dalam siaran wawancara "Meet the Press" NBC yang disiarkan hari Minggu (23/6/2019) waktu Washington, jurnalis Chuck Todd bertanya kepada Trump apakah ia didorong ke dalam aksi militer terhadap Iran oleh para penasihatnya. Pertanyaan itu merujuk pada Penasihat Keamanan Nasional John Bolton yang terkenal anti-Iran.
“Saya punya dua kelompok orang. Saya punya merpati dan saya punya elang," jawab Trump. “John Bolton benar-benar elang. Jika terserah dia, dia akan mengambil seluruh dunia pada satu waktu, oke?"
Trump kemudian menepis kekhawatiran tentang pengaruh Bolton, sosok yang pernah juga bertugas di Gedung Putih selama pemerintahan Ronald Reagan dan George W. Bush.
"Itu tidak masalah karena saya ingin kedua belah pihak," kata Trump.
Trump mengatakan akan tetap mempertahankan upayanya untuk menjaga perdamaian. Dia kembali berbicara tentang sikapnya yang menentang invasi Irak pada tahun 2003. Dia juga membanggakan keputusannya untuk membatalkan serangan terhadap Iran sebagai tanggapan atas penembakan pesawat nirawak atau drone mata-mata militer AS pada pekan lalu. Menurutnya, serangan terhadap Iran itu tidak akan "proporsional" dan akan menyebabkan 150 orang Iran tewas.
Ini adalah kedua kalinya dalam 24 jam Trump dipaksa untuk mendukung Bolton, setelah mengatakan pada hari Sabtu bahwa pejabat itu "melakukan pekerjaan yang sangat baik". Namun, dia menambahkan bahwa dia "sangat tidak setuju" dengan dia soal kebijakan AS di Timur Tengah.
Sementara itu, Bolton sendiri menghabiskan hari Minggu di Tel Aviv, Israel dengan memperingatkan Teheran agar tidak salah menilai kehati-hatian AS. Dia meminta para pendengarnya untuk tetap waspada terhadap perkembangan lebih lanjut dalam konflik tersebut.
Setelah pengangkatannya tahun lalu, Bolton telah menggunakan jabatannya untuk mengadvokasi perubahan rezim di Iran dan Venezuela, dan dianggap sebagai arsitek dari upaya peningkatan dukungan Amerika untuk menggulingkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.