IMPIANNEWS.COM Libanon).
Pemerintah dan parlemen Lebanon menolak rencana Amerika Serikat (AS) untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Perdana Menteri (PM) Lebanon Saad al-Hariri menyatakan sikap itu pada Rabu (26/6), dilansir kantor berita NNA.
Tahap pertama rencana Presiden AS Donald Trump untuk menghidupkan kembali proses perdamaian sedang dibahas dalam konferensi ekonomi di Bahrain dan menyerukan dana investasi USD 50 miliar (Rp708 triliun) untuk Palestina dan negara-negara tetangga.
Sebanyak USD 6 miliar (Rp84 triliun) yang direncanakan untuk Lebanon dianggap sebagai insentif untuk menerima pemukiman permanen Palestina yang tinggal bersama warga Lebanon sebagai pengungsi sejak pembentukan Israel pada 1948.
Semua partai di Lebanon menolak pemukiman permanen warga Palestina karena khawatir dapat mengganggu keseimbangan antara warga Kristiani dan Muslim.
“Pemerintah bersama parlemen menolak kesepakatan ini dan konstitusi kami melarang naturalisasi,” ujar Hariri dari kelompok Muslim Sunni, dilansir Reuters.
Ketua parlemen Lebanon Nabih Berri dari Muslim Syiah menolak keras inisiatif AS itu.
“Semua orang yang berpikir melambaikan miliaran dolar dapat membuat Lebanon menukar prinsipnya itu salah,” tegas dia.
Kelompok Hezbollah di Lebanon menganggap rencana AS itu kejahatan historis yang harus dihentikan. Lebanon diundang ke konferensi Bahrain itu tapi tidak hadir.
AS berupaya mendapat dukungan atas rencana itu. Penasihat Gedung Putih sekaligus menantu Presiden Trump, Jared Kushner membuka konferensi di Bahrain pada Selasa (25/6) malam dengan mendorong Palestina berpikir di luar kotak tradisional untuk jalur ekonomi sebagai syarat awal perdamaian.
Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF), Christine Lagarde menjelaskan dalam sesi pertama bahwa pengalaman IMF di negara-negara konflik menunjukkan sulit menciptakan pertumbuhan ekonomi dalam kondisi seperti itu.
Di Gaza, kelompok Hamas dan Fatah berkumpul untuk menyuarakan penolakan konferensi Bahrain.