Bakajang (foto by Pesona Luak Limopuluah) |
Limapuluh Kota, --- Iven tahunan tersebut Kapal Pesiar di Gunuang Malintang
merupakan Alek anak nagari Gunuang Malintang yang rutin digelar setiap tahun saat merayakan Idul Fitri.
Acara diadakan pada tanggal 8 s/d 12 Juni 2019 di Nagari Gunuang Malintang, Kecamatan Pangkalan Provinsi Sumatera Barat.
Sejarah singkat (berbagai sumber)
Bakajang (bahasa minangnya nagari Gunuang Malintang). Bakajang terdiri dari 2 suku kata Ba (minang) atau Ber (bahasa Indonesia) artinya sengaja melakukan. Sedangkan Kajang (minang) atau Kapal (Indonesia). Jadi Bakajang boleh diartikan Berlayar dengan kapal.
Tradisi Bakajang hanya ada di Nagari Gunuang Malintang. Berbagai bentuk kapal diciptakan tokoh masyarakat bersama warga guna menjaga dan melestarikan leluhur nenek moyang, hingga kini menjadi agenda tahunan bagi warga Gunuang Malintang yakni momen Idul Fitri.
Tradisi unik dan menarik di setiap Hari Lebaran Idul Fitri BAKAJANG, dimana masyarakat nagari ini tumpah ruah ke Batang Maek, Sungai yang mengalir di daerah ini.
Konon dahulu Bakajang ini berasal dari tradisi manjalang di nagari Gunuang Malintang pada saat Idul Fitri. Untuk Manjalang (silaturahim, menemui,-red) Sanak, saudara, handai tolan, niniak mamak salah satu transportasi adalah perahu.
Kajang merupakan sebutan masyarakat sekitar untuk perahu yang digunakan sebagai transportasi, apalagi perahu dibikin seperti rumah untuk melindungi dari cuaca.
Seiring perkembangan zaman, tradisi jalang manjalang tidak lagi menggunakan perahu/sampan. Tapi sudah berganti kendaraan bermotor.
Namun tradisi Bakajang tetap dilestarikan oleh masyarakat Gunuang Malintang dan dijadikan alek Nagari setiap tahun.
Kabarnya, Sampan atau Kajang dibuat oleh 4 suku besar yang ada di Kanagarian Gunuang Malintang ini.
Adapun keempat suku tersebut sebagai berikut:
Adapun keempat suku tersebut sebagai berikut:
1. Suku Domo Jorong Koto Lamo : Datuak Bandaro
2. Suku Melayu Jorong Batu Balah : Datuak Sati
3. Suku Pagar Cancang Jorong Boncah : Datuak Paduko Rajo
4. Suku Piliang Jorong Koto Masjid : Datuak Gindo Simarajo, kemudian Kajang yang selanjutnya, dan
5. Petinggi adat Nagari (Tungku Tigo Sajarangan) serta bundo kanduang dengan Pemerintah Kabupaten di Istano (surau / balai) Nagari Gunuag Malintang.
Tanggapan masyarakat
"Inilah tradisi anak nagari, mereka adalah pewaris wilayah sungai, pintar dan ahli mengendalikan air dengan sampan, perahu dan kapal. Semoga tradisi ini membuka hati para pemikir, bahwa 50 kota memiliki riwayat / sejarah yg luar biasa,"sebut pengamat Bakajang, Budi Mulya juga owner stasiun Radio di Payakumbuh kepada media, (07/06/2019) sore.
"Inilah tradisi anak nagari, mereka adalah pewaris wilayah sungai, pintar dan ahli mengendalikan air dengan sampan, perahu dan kapal. Semoga tradisi ini membuka hati para pemikir, bahwa 50 kota memiliki riwayat / sejarah yg luar biasa,"sebut pengamat Bakajang, Budi Mulya juga owner stasiun Radio di Payakumbuh kepada media, (07/06/2019) sore.
"Gambia ditanam kini lah godang.
Dari Maek Mangampo ka Gunuang Malintang.
Kok nak mancoliak olek godang.
Datanglah di acara Bakajang di Batang Maek Gunuang Malintang 8 s/d 12 Juni 2019,"ajak Syafrizal yang berada disampingnya, berpantun.
Beda dengan Ecevit Demirel salah seorang pemilik media di Sumatera Barat, bahwa Bakajang mengandung nilai dan harapan yang begitu dalam.
"Ini adalah Pertanda bahwa warga setempat punya impian dan semangat yang besar. Tinggal di daerah pinggiran sungai tetunya tak terlepas dari sampan dan kapal. Sungai ada, kapal ada, ikan ada dan semua mendukung untuk ada. Ini harapan besar perairan kapal pesiar kedepan. Semua tergantung niat dan tujuan warga nagari setempat,"apresiasinya.
Selain itu, kata Ecevit. "melahirkan sebuah model dan bentuk kapal pesiar, hebat. Padahal kalau melalui pendidikan formal, wuuuih sudah tinggi sekolahnya tuh. Bakajang, disamping punya nilai history, bakajang punya nilai artistik, inovasi, kreasi dan semangat gotongroyong yang tinggi. Ada mimpi besar dan harapan besar terkandung di iven bakajang,"pungkasnya.(**)