Lahan reklamasi di utara Jakarta menjadi perbincangan usai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan IMB di lahan reklamasi Pulau D. Anies mengaku pengeluaran IMB tersebut didasari Peraturan Gubernur (Pergub) DKI 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK).
Pergub DKI 206 diterbitkan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok atau BTP) yang kala itu menjabat Gubernur DKI Jakarta.
“Jika tidak ada Pergub 206/2016 itu maka tidak bisa ada kegiatan pembangunan apapun di sana. Otomatis tidak ada urusan IMB dan lain-lain, karena memang tidak punya dasar hukum untuk ada kegiatan membangun,” kata Anies berdasarkan keterangan resminya, Rabu, (19/6).
“Begitu ada Pergub maka pengembang punya dasar hukum atas bangunan yang terjadi di sana,” tambahnya.
Anies menegaskan, sebelum Pergub 206 dikeluarkan Ahok, masyarakat khususnya pengembang tidak bisa membangun di lahan reklamasi. Namun, dengan adanya Pergub tersebut pengembang sudah punya alasan membangun di kawasan itu.
“Di Pergub itu diatur mana kawasan perumahan, sekolah, jalan umum, kantor dan lain-lain. Pergub ini isinya seperti Perda RDTR (Rencana Detail Tata Ruang). Atas dasar adanya Pergub itulah maka pengembang lalu memiliki dasar hukum untuk melakukan pembangunan,” ujar Anies.
Walau begitu, Anies mengaku tidak tahu alasan Ahok memilih menerbitkan Pergub 206 dibanding menunggu Perda soal reklamasi yang masih dibahas dengan DPRD DKI saat itu.
“Saya juga punya pertanyaan yang sama. Lazimnya tata kota ya diatur dalam Perda bukan Pergub. Itulah kelaziman dan prosedur yang tertib ya begitu. Memang konsekuensinya, menunggu selesainya Perda itu perlu waktu lebih lama,” kata Anies.
Anies juga tidak ada tahu kepentingan apa yang melandasi diterbitkannya Pergub tersebut oleh Ahok pada 25 Oktober 2016 atau beberapa hari sebelum cuti kampanye. Ia hanya mengetahui pembahasan Perda mengenai reklamasi sempat terhenti karena ada pemeriksaan dari KPK. Dari pemeriksaan tersebut, KPK telah menangkap anggota DPRD DKI Sanusi terkait persoalan reklamasi.
Di lain sisi, atas penerbitan IMB ini memicu komentar sejumlah pihak yang menilai Anies setengah-setengah menghentikan reklamasi. Anies bahkan diminta mencabut Pergub 2016 itu sehingga tak bisa menerbitkan IMB di lahan pulau reklamasi.
Anies menilai langkah itu bisa saja dilakukan. Tapi, menurutnya, yang terjadi justru ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Terlebih bagi mereka yang sudah dihukum karena membangun sebelum ada IMB
“Bila saya mencabut Pergub 206/2016 itu, agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bangunan tersebut maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang,” kata Anies.
Akan tetapi, keputusan Anies menerbitkan IMB di lahan reklamasi itu dikritik Ahok. Ahok menilai harusnya IMB diterbitkan dengan payung hukum berupa Perda, bukan Pergub.
Menurut Ahok, jika rujukannya hanya Pergub, saat dirinya masih menjabat dulu, ia sebenarnya bisa menerbitkan IMB. Dan ini tidak dilakukan Ahok, padahal ia mengaku mendukung kebijakan reklamasi, tidak seperti Anies.
"Kalau Pergub aku bisa terbitkan IMB reklamasi, sudah lama aku terbitkan IMB. Kan aku pendukung reklamasi untuk dapatkan dana pembangunan DKI yang bisa capai di atas Rp 100-an triliun dengan kontribusi tambahan 15 persen NJOP setiap pengembang jual lahan hasil reklamasi," ujar Ahok kepada kumparan, Rabu (19/6).
"Sekarang karena gubernurnya pintar ngomong, Pergub aku sudah bisa untuk IMB reklamasi tanpa perlu perda lagi," lanjut dia.
Tanpa Perda, maka potensi pendapatan DKI sebesar 15 persen dari NJOP hilang. Hal ini disesalkan oleh Ahok. Ia menyebut Anies sudah keterlaluan karena cari-cari alasan untuk menutupi omongannya sendiri.
"Dalam ilmu etika, lesser evil necessary evil. Orang yang bolak-balikan kebenaran," tutup Ahok.