Farid Wajri
(Guru PAI SMP Islam Raudhatul Jannah)
|
Pendidikan agama Islam adalah disiplin ilmu pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam, yang teori dan konsep digali dan dikembangkan melalui pemikiran dan penelitian ilmiah berdasarkan tuntutan dan petunjuk Al-Quran dan As-Sunnah.
Al-Syaibani memperluas lagi dasar tersebut mencakup ijtihad, pendapat, peninggalan, keputusan-keputusan dan amalan-amalan para ulama terdahulu (Ash-Shalafushaleh) di kalangan umat Islam. Jadi semua perangkat pendidikan Islam harus ditegakkan di atas ajaran Islam
Pendidikan Islam berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi, berbeda dengan konsep pendidikan barat yang hanya untuk kepentingan dunia semata.
Tujuan utama pendidikan Islam adalah untuk membentuk insan kamil atau manusia sempurna yakni dapat berperan sebagai hamba Allah yang benar dan juga sebagai khalifah Allah di bumi yang mampu memakmurkan bumi bagi kehidupan manusia dan rahmat bagi alam sekitarnya.
Dengan begitu seorang guru, khususnya guru Pendidikan Agama Islam hendaklah berupaya menjadikan out put peserta didiknya memiliki dua (2) unsur, yakni: hamba Allah dan khalifah-Nya.
Hamba Allah mengandung pengertian bahwa perilakunya benar, yaitu sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah serta ijtihad para ulama. Khalifah Allah menuntut peserta didik untuk menjadikan agama Islam sebagai petunjuk dan kompas perjalanan dalam kiprahnya di kehidupan dunia.
Maka seorang peserta didik muslim dituntut untuk menampilkan nilai-nilai islami dalam kehidupan. Sebaliknya, dia tidak dituntut untuk unjuk perilaku yang tidak Islam. Bila ada tampak berlakunya perilaku yang tidak islami pada diri perserta didik, maka guru dituntut berperan dalam menegur, menasehati, dan membimbingnya sampai lakunya yang salah itu benar dan sesuai dengan Islam.
Dengan itu guru telah menanamkan kepada peserta didiknya sikap ‘menerima’ dan ‘menolak’. Suatu sikap yang sangat urgen dimiliki oleh setiap insan. Pentingnya sikap tersebut untuk memelihara identitasnya sebagai muslim, orang yang memeluk agama islam.
Prinsipnya seorang muslim harus menerima segala hal yang cocok dengan syari’at Islam untuk kemudian dia kembangkan hidupnya menuju tataran yang lebih ideal/benar. Sebaliknya menolak segala yang bertolak belakang dengan agamanya dalam hidupnya dan mencari yang cocok dan lebih mendekati kepada kebenaran.
Itu hendaknya dibiasakan dari pembelajaran di ruang-ruang kelas oleh guru PAI. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi agar peserta didik belajar. Adapun belajar itu sendiri ialah proses perubahan dalam pikiran dan karakter peserta didik.
Di antara yang dapat membuat pembelajaran Pendidikan Agama Islam mengarah kepada konsep ini adalah critical reflection, refleksi kritis. Refleksi kritis tidak harus tentang pengalaman positif atau sukses tapi juga negatif atau kegagalan. Pengalaman kesuksesan memperkaya diri dan pengalaman kegagalan menjadi pengajaran.
Refleksi kritis bukan hanya ringkasan dari apa yang terjadi atau laporan tentang apa yang kita rasakan selama pengalaman. Agar refleksi menjadi kritis, kita harus melihat dengan cermat pada keyakinan dan tindakan kita selama pengalaman dan menjelaskan bagaimana kita berpikir atau bertindak secara berbeda sebagai hasil dari pengalaman itu.
In a critical reflection, you explain how events, experiences, or new knowledge have led to your personal growth (Dalam refleksi kritis, Anda menjelaskan bagaimana peristiwa, pengalaman, atau pengetahuan baru telah menyebabkan pertumbuhan pribadi Anda)
Menyusun refleksi kritis menggunakan tiga tahapan yang oleh Nur Ihsan Robbiyanto, instruktur Group Meeting Online Learning Facilitation & Design disebut sebagai Level Reviewing. Ketiga tahapan itu adalah : pertama what, apa yang terjadi. Ini bertujuan membantu peserta didik untuk mampu mengulang dan memahami urutan kejadiannya.
Di sini peserta didik dilatih untuk mengungkapkan fakta yang terjadi tanpa pendapatnya.
Kedua, so what, apa yang dipelajari. Ini bertujuan untuk membantu siswa mengetahui hikmahya, pembelajarannya, dan kata kunci dari suatu aktivitas. Ini berada pada tataran pemikiran.
Ketiga, now what, apa yang akan dilakukan yang bertujuan untuk membantu siswa apa yang akan dia lakukan dalam kehidupan kesehariannya.
Misalnya manakala pembahasan shalat mulai dari pengertian, syarat sah, rukun, telah selesai dibahas. Guru di kelas mulai menerapkan langkah pertama dari level of reviewing ini. Pertama, what. Apa itu pengertian, syarat sah, dan rukun shalat?
Setelah peserta didik mengingat semua yang dipelajarinya baru masuk tahap kedua, so what, apa hikmah/pembelajaran yang dapat diambil dari pembahasan tentang shalat? Setelah pemikiran, ide, pendapat peserta didik muncul dalam ucapan, tulisan, dan setidaknya dalam hatinya baru masuk tahapan ketiga, now what bagaimana pelaksanaan shalat peserta didik dapat menjadi lebih lagi setelah pembahasan materi shalat?
Dalam praktek di lapangan, para guru Pendidikan Agama Islam sudah melakukan pertanyaan-pertanyaan berupa contohnya apakah hikmah shalat anak-anak? Namun penempatannya belum pas. Ternyata pertanyaan ini diajukan pada tahap kedua.
Bila guru melakukan pertanyaan ini di awal dikhawatirkan belum semua peserta didik mengingat dan memahami semua materi. Biasanya kadang saling bantah sesama peserta didik dan sebagian tidak mengikuti diskusi dengan baik sebab mereka belum paham apa yang dikomentari oleh yang lain.
Begitu pula untuk tahapan pada materi sejarah Rasulullah SAW misalnya kehidupan semenjak lahir sampai menikah dengan Khadijah. Guru tetap mengawali dengan what, apa urutan waktu/tempat dan siapa-siapa yang terlibat dengan Rasulullah Nabi Muhammad waktu/tempat tertentu?
Di sini tidak memasukkan pendapat peserta didik. Setelah semua mereka mengingat dan memahami baru masuk tahapan kedua, so what, apakah hikmahnya dan pembelajarannya? Sesudah pendapat peserta didik disampaikan baru yang ketiga, now what bagaimana kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW menjadi lebih besar sesudah mempelajari materi sejarahnya semenjak kelahiran sampai menikah dengan Khadijah?
Jadi peserta didik tidak sekedar menerima tapi peserta didik diajak berpikir. Proses pembelajaran di kelas selalu mengajak peserta untuk mampu berpikir lebih dari materi yang kita berikan. Oleh karena itu pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh guru hendaklah mengajak peserta agar dia punya rencana ke depan berkaitan dengan materi pelajarannya.
Ini yang diharapkan dalam pembelajaran. Hingga pembelajaran itu tidak berhenti di dalam kelas tapi terwujud dalam kehidupan sehari-harinya.(relis/ul)
Selamat Mencoba!