Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arsul Sani, mengkritisi gugatan sengketa hasil pemilu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Arsul menyebut siapa pun yang belajar hukum akan tertegun melihat gugatan itu.
"Karena misalnya kalau saya sebut di petitum itu banyak hal keluar dari apa yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 4 tahun 2018 ya," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Mei 2019.
Arsul menyebut dalam PMK ada batasan kewenangan MK terkait sengketa pemilihan umum. Aturan itu memberi koridor agar mahkamah hanya mengurusi substansi dari hasil pemilu.
Berdasarkan aturan, MK hanya mengurusi gugatan terkait angka perolehan suara. Jika pihak yang tak puas dengan angka, maka harus ada bukti untuk mengoreksi rekapitulasi hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Yang benar berapa, nah kalau nanti alat buktinya diterima maka hasil itu dikoreksi sebatas kewenangannya MK," ujar Arsul.
Arsul melihat gugatan yang diajukan BPN didasari klaim terjadinya kecurangan. Dia lantas mempertanyakan, apakah tim sukses Prabowo-Sandiaga mempelajari Pasal 457 Undang-Undang Pemilu dan Pasal 8 PMK Nomor 4 tahun 2018 sebelum mengajukan gugatan.
"Nah, kemudian pertanyaanya adalah apakah kemudian MK akan keluar dari kerangka aturan yang ditetapkannya sendiri dalam PMK no 4 tahun 2018," kata Arsul.
Di TKN, kata dia, upaya hukum dilakukan dengan dasar kuat. Pendalaman terkait regulasi menjadi syarat wajib. Berikut dengan konsultasi bersama pihak-pihak terkait.
Arsul mengatakan TKN sebagai pihak terkait berkomunikasi dengan MK sebelum mengajukan surat keterangan.
"Kan kami konsultasi dulu, apa-apa yang harus kami persiapkan, kan kami juga dapat penjelasan," ujar dia.
sumber ; metrotvnews