IMPIANNEWS.COM - Lembaga Pers Pakistan (PPF) mengecam keras kekerasan terhadap wartawan saat kerusuhan dalam aksi penolakan hasil Pemilu pada 21-22 Mei 2019 lalu.
Kecaman juga disampaikan Sekretaris Jenderal PPF dalam surat yang dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo.
"Sekretaris Jenderal PPF Owais Aslam Ali dalam suratnya telah mengecam serangan terhadap jurnalis yang bekerja di garis tugas," sebut PPF dalam keterangan pers yang diterima, Senin (27/5).
Tak hanya itu, Aslam Ali juga mendesak pihak berwenang di Indonesia untuk menyusut tuntas perihal kekerasan terhadap wartawan tersebut.
"PPF mendesak pihak berwenang untuk segera menyelidiki masalah ini dan menahan para petugas dan pengunjuk rasa yang terlibat di belakang menyerang wartawan," imbuhnya.
Sebelumnya, sejumlah wartawan menjadi korban kekerasan saat meliput aksi 22 Mei 2019. Menurut verifikasi yang dilakukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) terdapat setidaknya tujuh orang wartawan yang mengalami kekerasan, intimidasi maupun persekusi.
Mereka adalah Budi Tanjung (Jurnalis CNNIndonesia TV), Ryan (CNNIndonesia.com), Fajar (Jurnalis Radio MNC Trijaya), Fadli Mubarok (Jurnalis Alinea.id), dan dua jurnalis RTV yaitu Intan Bedisa dan Rajaheng Mutiara.
Dalam keterangannya, AJI Jakarta mencontohkan tindakan yang dialami wartawan Transmedia Budi Tanjung. Disebutkan, Budi dipukul di bagian kepala. Selain itu, rekaman video di ponsel miliknya juga dihapus oleh anggota Brimob di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI), Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (22/5) dini hari.
Bukan hanya aparat keamanan, AJI juga menyebut massa aksi juga turut melakukan kekerasan terhadap wartawan yang sedang bertugas. Mereka melakukan persekusi dan merampas peralatan kerja seperti kamera, telepon genggam, dan alat perekam.
AJI Jakarta, bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers juga telah menyampaikan kecaman atas kejadian-kejadian tersebut. AJI Jakarta dan LBH Pers juga mendesak aparat keamanan dan masyarakat luas untuk menghormati kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja wartawan di lapangan. (**)