Luhut Binsar Panjaitan berjanji menyelesaikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi kerugian negara sebesar Rp185,1 triliun yang diakibatkan oleh PT Freeport Indonesia. |
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan berjanji menyelesaikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi kerugian negara sebesar Rp185,1 triliun yang diakibatkan oleh PT Freeport Indonesia.
Berbicara usai menghadap Presiden Joko Widodo, Rabu (4/4/2018), Luhut mengemukakan bakal segera memanggil menteri terkait untuk membahas penyelesaian temuan BPK tersebut. "Ya pasti akan saya selesaikan. Karena nanti divestasi [saham Freeport ke PT Inalum] selesai, bisa jadi tanggungan kita juga kan itu," ujar Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengungkapkan hal serupa. Dia mengaku akan segera menindaklanjuti temuan BPK tersebut.
"Kami dalam proses menyusun. Nanti begitu selesai akan kami laporkan ke BPK," ungkapnya.
Kasus ini kembali bergulir ketika Anggota IV BPK Rizal Djalil mengeluhkan ketiadaan penyelesaian temuan BPK. Dia menyebut hal ini sudah berlangsung hampir setahun sejak BPK melaporkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I/2016.
"Dari 13 perusahaan pertambangan mineral yang beroperasi di Indonesia, hanya satu perusahaan, Freeport Indonesia, yang tidak mematuhi peraturan di republik ini," ungkapnya dalam konferensi pers, Senin (19/3/2018).
Berdasarkan temuan BPK, dari potensi kerugian negara Rp185 triliun, sebesar Rp166 triliun diakibatkan kerusakan lingkungan laut, sedangkan Rp8,2 triliun pada ekosistem estuari dan Rp10,7 triliun di darat.
Selain persoalan kerusakan suaka alam karena pembuangan limbah operasional pertambangan itu, Rizal menyatakan PTFI juga melanggar peraturan perundangan karena menggunakan kawasan hutan tanpa memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan seluas minimal 4.535,93 ha.