Coservative turn, satu istilah yang digunakan Martin van Bruinessen untuk menggambarkan perubahan dari ‘wajah ramah’ yang toleran menjadi ‘wajah marah’ yang penuh konflik dari Muslim Indonesia.
Suatu kondisi yang sudah terlihat gejalanya sejak peralihan Era Orde Baru ke Reformasi. Dan kini, semakin terasa gemanya di sekeliling kita. Terlebih dengan perkembangan media digital, yang mana Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia.
Fenomena tersebut kian memprihatinkan dengan fakta berdiasporanya gerakan radikal di kalangan milenial dan ruang-ruang pendidikan kita. Posisi strategis generasi milenial dengan jangkauan pergaulan yang luas dan relatif otonom, sering dianggap sebagai sarana paling tepat dan mudah untuk disusupi paham-paham radikal.
Salah satu penyebab yang paling dianggap bertanggung jawab atas kondisi tersebut, adalah kemenangan kelompok konservatif dalam merebut ruang-ruang baca generasi Muslim milenial. Sebagaimana temuan riset tim peneliti dari Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bahwa ruang-ruang baca generasi milenial disesaki oleh referensi keislaman populer yang menampilkan ‘wajah marah’ Islam. Karenanya, menjadi sangat urgen untuk mengimbangi ruang baca tersebut dengan wajah ramah Islam yang penuh cinta.
Sejak tahun 2015, Gerakan Islam Cinta (GIC) berproses dan berupaya mengisi ruang kosong tersebut dengan memproduksi buku-buku serial Islam cinta, untuk mempromosikan Islam moderat kepada masyarakat luas.
Buku-buku Islam cinta telah menjadi rujukan bagi masyarakat, terlebih kawula muda dalam mewujudkan cinta kasih dan perdamaian. Selain itu, GIC juga menginisiasi klub baca (reading club) gotong-royong dengan beberapa organisasi, komunitas baca akar rumput, dan dengan pemuda penggerak perdamaian di beberapa kota di Indonesia. Dalam kegiatan reading club ini, buku-buku serial Gen IC (Gen Islam Cinta) dibagikan dan dibedah, serta disebarkan pesan-pesan damainya melalui media sosial dengan hashtag #AyoSebarkanCinta dan #MeyakiniMenghargai.
Di tahun yang sama, terbentuk pula komunitas milenial yang disebut Gen Islam Cinta (Gen IC). Pembentukan komunitas ini berangkat dari usulan kalangan milenial agar dapat menjadi wadah mereka dalam mengkaji dan ikut berpartisipasi berdasarkan passion mereka masing-masing dalam menyebarluaskan pesan cinta dan damai Islam.
Pada peringatan Sumpah Pemuda tahun 2018 ini, Gerakan Islam Cinta bergotong-royong dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan United Nations Development Programme (UNDP) dalam membuat gebrakan melalui Literasi Islam Cinta. Tidak tanggung-tanggung, 20 buku literatur populer mengenai Islam moderat siap diproduksi, dengan menyasar generasi milenial sebagai sasaran utama pembacanya. Nantinya, 500 eksemplar buku dan bentuk digitalnya pada masing-masing topik dapat terdistribusi secara baik.
Buku-buku tersebut disajikan secara kreatif dan menarik dengan pendekatan budaya populer (pop culture). Diharapkan, ruang-ruang baca kawula muda dan generasi milenial dapat lebih seimbang dan lebih sehat, dengan kehadiran cinta dan kesadaran akan cinta itu sendiri.
Karenanya kegiatan “Roadshow Literasi Islam Cinta” ini bertujuan untuk:
Mempresentasikan gagasan Literasi Islam Cinta (LIC) yang berisikan ajaran Islam yang sejuk, damai dan toleran kepada masyarakat, khususnya kalangan milenial.
Mendistribusikan buku-uku serial Gen Islam Cinta dan membentuk klub baca (reading club).
Membangun silaturahim dengan masyakarat khususnya kalangan milenial agar dapat bersinergi untuk penyebarluasan gagasan LIC di komunitas dan orgaisasi kepemudaan.
Bukittinggi menjadi tempat pertama dari lima kota yag akan dikunjungi untuk kegiatan “Roadshow Literasi Islam Cinta”. Seperti Bincang Buku Gen Islam Cinta, Launching Reading Club, Bazaar Buku Gen Islam Cinta, Sinergi Komunitas, dan On Air di Radio RRI Bukittinggi yang dilaksanakan pada 29-30 November 2018. (sy)