Siang itu, matahari baru saja melintasi ubun-ubun. Teriknya masih menggigit kulit. Angin nan semilir sedikit menawar rasa panas. Sari-sari oksigen yang dilepaskan pepohonan rimbun di sisi sungai Batang Tarusan terasa seperti ekstrak daun mint di saluran pernafasan.
Seorang pemuda tanggung berdiri di sisi sungai itu. Tatapannya lurus ke seberang. Di sana ada perladangan dan sawah, tepat di kaki Bukit Barisan bernama Bukit Damar. Tidak lama berselang, pemuda itu melepas pakaiannya lalu menarik sebatang pokok pisang yang telah ditebang. Sesaat kemudian dia telah berada di tengah sungai memakai pokok pisang itu sebagai 'codang'.
Batang Tarusan cukup luas untuk direnangi. Mungkin lebih 100 meter luasnya. Agak ke tengah sungai itu cukup dalam . Arusnya terkadang deras dan susah ditebak sifatnya. Apalagi di musim penghujan, salah-salah air bah bisa mendadak datang. Rupanya, bagi sang pemuda hal itu sudah biasa. Menyeberangi sungai adalah aktifitas yang hampir setiap hari dilakukan semenjak masih di Sekolah Dasar. Sepulang sekolah, dia berlari ke sungai, sendiri atau adakalanya bersama teman sebaya. Itu dilakukan karena ingin membantu orang tua membersihkan ladang dan bercocok tanam di sawah.
Itu sekelumit masa kecil tentang sang pemuda bernama Arizal. Pria yang disapa Ary dan lebih dikenal dengan Ary Tanjung melalui akun media sosial miliknya. Sedangkan rekan-rekannya menyebut dengan lebih simpel, AT. Kelak orang lebih mengenal Ary sebagai sosok teknokrat, pengusaha, pebisnis dan tokoh ormas yang disegani semua kalangan.
AT yang hanya anak petani biasa hidup dalam kesederhanaan. Dia mengerti perjuangan keras orang tuanya untuk menghidupi keluarga. Dia tidak banyak meminta dari orang tua justru selalu berkeinginan membantu meskipun mengorbankan kesempatan bermain dengan teman sebaya.
Di sekolah, Ary dikenal sebagai anak rajin dan pintar serta bersungguh-sungguh dalam belajar. Hasilnya, nilai-nilai Ary memuaskan dan selalu meraih peringkat teratas di kelas. Prestasi itu masih terus terlihat sampai menamatkan SMA Tarusan dan hingga menyelesaikan S2 di Universitas Tri Sakti. Selama dalam proses pendidikan pulalah bakat kepemimpinannya mulai terasah. Tidak jarang pemuda hitam manis itu didapuk sebagai ketua kelas, ketua kelompok atau koordinator bidang dalam organisasi intra sekolah hingga perannya di senat.
Kesungguhan dalam belajar dan talenta memimpin yang diasah sejak dini, telah mengantarkan sang pemuda pada takdirnya hari ini. Dia menjelma menjadi teknokrat brilian, pebisnis andal serta seorang organisator yang duduk dalam kepengurusan beberapa organisasi, baik organisasi profesi, maupun organisasi kemasyarakatan. Terbukti dia mampu mengurus perusahaan besar dengan posisi yang sangat penting. Itupun bukan perusahaan nasional, melainkan perusahaan yang memiliki link internasional beromset trilyunan. Empat belas tahun bekerja di perusahaan asing, diantara jabatan yang dipercayakan kepadanya yaitu, Teknikal Manager, Operasional Manager, Marketing Manager dan Country Manager.
Jabatan yang didapatkan bukan begitu saja melainkan karena apresiasi dan promosi setelah merangkak dari level bawah. Prestasi kerja yang ditunjukkannya membuat Ary diperhitungkan di jagat industri manufaktur, khususnya alat mekanik berat untuk pertambangan lepas pantai. Sampai suatu hari dia ditawari kedudukan puncak, namun saat itu pula AT membuat kejutan. Ia memilih hengkang dengan terhormat dari perusahaan asing, lalu memulai membangun perusahaannya sendiri di Tanah Air.
Memang butuh perjuangan yang lebih hebat setelah lepas dari korporasi yang memberinya gaji. Sekarang justru dia yang harus mampu menggaji karyawan dan menanggung risiko laba rugi sendiri pula.
Ada pepatah mengatakan, untuk membuat telur dadar harus memecahkan telurnya. Itu pasti. Seperti itu juga dengan AT. Ia sudah pasti banyak pengorbanan sebelum sampai ke pencapaian hari ini. Beberapa tahun dia berjuang hebat untuk membangun bisnis. Ragam persoalan dalam percaturan bisnis praktis dilaluinya.
Sekarang pria penyandang Magister Marketing dari Universitas Trisakti itu telah melampaui ekspektasinya sendiri. Dia tidak mengira peluang maju dan berkembang terbentang luas melebihi batasan mimpinya di masa kecil. Seiring bertambah pengalaman, AT semakin jeli menangkap peluang. Dia
sukses membesut dua perusahaan dan satu lembaga pelatihan. Dia langsung terlibat dalam direksi sebagai Direktur Utama untuk kedua perusahaannya.
Satu hal mungkin yang tidak banyak orangq tahu, sisi lain AT ternyata bukan melulu berbisnis. Dari pengakuan orang-orang terdekatnya, ternyata pria kelahiran Tarusan Pesisir Selatan 46 tahun silam itu juga seorang yang religius. Dia tidak lalai dalam shalatnya, peduli syiar Islam, peduli fakir miskin dan anak yatim, menjadi donatur beberapa panti asuhan serta membangun pesantren dan rumah tahfiz.
Masih dari orang dalam lingkarannya, pria yang sering terbang antar pulau dan antar negara itu tidak ekslusif dalam pergaulan. Dia disenangi teman-teman, rekan bisnis dan seluruh karyawannya serta intens berkomunikasi dengan teman alumni sekolahnya.
Besar di perantauan, bukan berarti melupakan kampung halaman. AT sering wira - wiri ke Pesisir Selatan. Disamping bersilaturahim, dia turut berkontribusi untuk membangun sektor sosial dan menyumbangkan pemikiran-pemikiran untuk kemajuan. Dia merangkul lintas generasi, mulai milenial hinggah tokoh sepuh.
Dari diskusi dengan tokoh muda dan tokoh sepuh tersebut berkembang wacana-wacana baru untuk mengembangkan potensi nagari. Potensi yang selama ini masih tetidur sedapat mungkin diberdayakan. AT sepakat dengan pengembangan potensi Negeri Sejuta Pesona. Dia bertekad mewakafkan diri, mengabdi demi Pesisir Selatan yang lebih.(dr)