Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, tapi ayah belum juga pulang. Tampak ibu yang sedang hamil mondar mandir di depan pintu. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang terdengar seperti orang panik. Ibu yang hamil pun membuka pintu, lalu kaget mendengar berita, bahwa ayah sudah tiada akibat tabrakan truk. Air mata berlinang membasahi pipi ibu yang berusaha untuk tegar menghadapi takdir Allah, bahwa ia harus membesarkan anak yang dikandungnya seorang diri.
Hari demi hari ia lewati sendiri, hingga lahir seorang anak yang cantik dan diberi nama Aisyah. Namun Aisyah memiliki keterbelakangan mental yang membuatnya berbeda dengan anak seumurnya. Saat Aisyah menginjak usia sekolah, dirinya belum dapat bersekolah karena keterbatasan biaya. Pekerjaan Aisyah sehari-hari hanya menolong ibunya berjualan kue di sekolah-sekolah.
Suatu hari saat Aisyah dan ibunya berjualan kue di sekolah, Aisyah melihat 2 orang anak sedang duduk di kantin. Padahal saat itu jam pelajaran sedang berlangsung.
Dengan polosnya Aisyah menghampiri 2 anak tersebut dan bertanya, “mengapa kalian tidak belajar ?”. Mereka pun menjawab lantang, “apa urusanmu !. Kami belajar atau tidak bukan urusanmu”. Aisyah berkata,” A...apa kalian tidak merasa bahwa kalian adalah orang yang beruntung, tetapi kalian menyia-nyiakannya. Cobalah kalian lihat disekitar kalian masih banyak orang yang tidak seberuntung kalian. Mereka ingin merasakan bagaimana rasanya bisa belajardi sekolah, tetapi kesempatan itu belum mereka dapatkan. Sedangkan kalian yang lebih beruntung malah menyia-nyiakan”.
Sontak 2 orang anak itu terdiam seolah-olah perkataan Aisyah bagaikan kunci yang membuka hati mereka. Tiba-tiba Ibu Aisyah datang menghampiri mereka dan berkata kepada 2 orang anak itu, “maafkan Aisyah, Nak. Karena sudah lancang”. Kedua anak itu menjawab,” tidak apa Bu. Malahan kami berterima kasih sekali kepada Aisyah kerana sudah menyadarkan kami,” balas anak tersebut sembari kembali ke lokal.
Suatu hari, ketika Aisyah dan Ibunya berjualan dekat sekolah kemaren. Aisyah melihat banyak siswa yang berkumpul di depan papan pengumuman. Aisyah kembali mendekati papan pengumuman tersebut dan Aisyah melihat ada pengumuman lomba Peringatan 1 Muharram, dan disana ada lomba pidato yang biaya pendaftarannya Rp. 100,000,-. Spontan Aisyah berkata,” A..aku ikut lomba ini.
Tidak sengaja ocehan niat Aisyah terdengar oleh para siswa yang juga ikut melihat pengumuman lomba itu, mereka pun berkata,” apa kami tidak salah dengar. Kamukan idiot, mana mungkin bisa ikut lomba ini. Perkataan itu kemudian disambung oleh sebagian siswa yang lain.
Mereka berkata,”Ha...ha...ha, dasar anak idiot, idiot, idiot. Aisyah yang mendengar kata-kata itu langsung menutup telinganya, sambil menangis.
Kata-kata itu terus terngiang-ngiang dipikirannya yang terasa sebagai tamparan keras terhadap kekurangan yang dimilikinya. Ibu yang sadar bahwa Aisyah tidak ada didekatnya langsung mencari Aisyah ke dalam sekolah. Ibu melihat Aisyah menangis usai diejek oleh beberapa orang siswa.
Ibu pun langsung berlari dan langsung memeluk Aisyah. Dengan tegas Ibu berkata,”kalian bisa mengejek Aisyah karena kalian tak merasakan bagaimana rasanya menjadi Aisyah. Sejak kecil Aisyah sudah berjuang untuk hidup normal seperti kalian, tapi kalian malah menghancurkan semangatnya. Perkataan sang Ibu membuat mereka terdiam dan sadar dengan kesalahannya.
Ibu membawa Aisyah keluar dari sekolah. Anak-anak yang merasa bersalah tadi langsung berinisiatif mengumpulkan sumbangan untuk membantu Aisyah untuk dapat ikut perlombaan. Mereka jugalah yang mendaftarkan langsung.
Di hari berlangsungnya lomba, Aisyah tampilkan pidatonya penuh percaya diri dengan suara lantang. “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuhu,” kata Aisyah.
Belum lagi Aisyah sampaikan pidatonya, Aisyah disoraki oleh penonton dan disuruh turun. Untuk menghindari kekacauan pemikiran dan kekacauan acara, salah seorang dewan juri naik ke atas pentas dan merangkul bahu Aisyah untuk menenangkannya. Sambil berkata kepada penonton,” setiap orang pasti memeliki kelebihan dan kekurangan. Kekurangan tidak bisa kita nilai tampa kita pahami. Oleh karena itu, saya meminta kepada hadirin memberikan kesempatan untuk anak ini menyampaikan pidatonya”.
Aisyah menyampaikan pidatonya yang berjudul “Ibu”.
Mendengarkan pidato Aisyah, para penonton dan peserta lainnya terharu dan memberikan tepuk tangan yang meriah untuk Aisyah.
Tibalah saat pengumuman juara, panitia umumkan bahwa Juara III, Juara II telah disebutkan, hingga Juara I. Namun dari ketiga juara tersebut tidak pernah disebutkan nama Aisyah, tidak pernah disebut. Sebelum pembagian hadiah para juara, panitia mengumumkan bahwa Juara Umum diraih Aisyah.
Panitia berucap,” dan acara lomba pidato peringatan 1 Muharram hari ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Yaitu, kita mempunyai juara umum yang diraih oleeeh ..... Aisyaaah.
Aisyah dan Ibunya menyangka bahwa Allah telah memberikan nikmat yang luar biasa kepada mereka, hamba-hamba Allah yang tidak pernah menyerah dengan takdir yang telah ditetapkan Allah.
Sontak Aisyah dan Ibunya langsung bersujud mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Pemberi Rezki. Aisyah pun naik ke atas pentas dengan rasa bangga dan haru. Aisyah diberi hadiah berupa piala, tabanas dan beasiswa sampai perguruan tinggi.
Akhirnya, Aisyah bisa membuktikan bahwa usahanya selama ini tidak sia-sia, yaitu berusaha untuk bisa diperlakukan dengan nornaloleh orang-orang. Karena setiap orang berhak diperlakukan secara sama, yang membedakan hanyalah usaha orang tersebut untuk membuktikan bahwa ia pantas diperlakukan baik atau buruk,,,,,(ul)