Nagari Sikabu - Kabu Tanjung Haro, Negeri Seribu Bunga


IMPIANNEWS.COM
Limapuluh Kota, -- Sikabu-kabu, sebuah negeri yang terletak di hamparan gunung sago. Membujur dari utara ke selatan dan merupakan kawasan sejuk, asri, serta memiliki sapuan cakrawala dengan pemandangan yang indah dari pinggang gunungnya.

Tanahnya yang subur dan ditumbuhi berbagai jenis tanaman ini membikin indah susana dengan sejuknya hembusan angin yang menyebarkan udara di disekitar. Karena hal yang demikian itulah daerah ini mendapatkan julukan Negeri Seribu Bunga.
Pada tahun 1955- 1958.

Dekan kampus Fakultas Pertanian Universitas Andalas yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota telah menjadikan Negeri Sikabu kabu sebagai pilot proyek pertanian dengan beragam jenis bunga dan pohonan.


Kala itu Sikabu-kabu dipimpin oleh seorang Walinagari, Tuk Palo DAMURI. Kawasanya mencakup Sikabu-Kabu, Bukik Kandung dan Lakuk Dama. Pilot proyek pertanian buga dan batangan pohon dipimpin oleh seorang Prof MAYER dan keluarganya yang berkebangsaan Belanda yang berdomisili di Payakumbuh.

Pada awal tahun 1956 dimulailah proyek pertanian beraham bunga dan pohon di Sikabu Kabu. Dengan berbagai perlengkapan maka mulai dipersiapkan segala sesuatunya, baik lahan atau jalan untuk menuju lahan.

Jalan yang akan ditempuh untuk menuju lahan hanyalah jalan setapah yang sempit serta ditumbuhi oleh semak dan ilalang serta berlumpur yang sulit dilewati di jalan mendaki. Maka diperbaikilah jalan tersebut oleh Prof. Mayer. Dengan sopir pribadinya Gindo Baro, masyarakat Sikabu-kabu melakukan kerjasama dalam pengangkutan bahan-bahan. Kegiatan ini berjalan lancar.
Dengan membentangkan batu air dua jalur tepat diantara ban mobil, maka mobil Jeep yang digunakan untuk membawa bahan-bahan bisa melewatinya degan lancar. Semenjak itulah negeri Sikabu-kabu mulai dimasuki kendaraan roda empat dan mobil Jeep Mayerlah baru satu-satunya yang bisa sampai ke Padang Data dan bahkan sampai masuk ke dalam hutan.

Lahan yang diizinkan untuk menanam bungga oleh masyarakat Sikabu Kabu iyalah tanah ulayat dikawsan Padang Data yang berketingian 1000 meter dari permukaan laut (mdpl) dan luasnya sekitat 50ha.

Lokasinya tepat terletak di pinggang gunung sago ysng berjarak lebih kurang 12km dari pusat kota Payakumbuh.
Masyarakat Sikabu-kabu memberikan izin karena lahan tersebut merupakan tanah ulayat yang  belum digarap dan ditanami oleh masyarakat.


Prof Mayer pun memperkerjakan masyarakat, pemuda negeri Sikabu-kabu dan dikasih upah sesuai nilai kerja. Dan Pemuda Sikabu-kabu yang sangat di percaya, atau boleh disebut sebagai 'Tangan Kanan' oleh Mayer kala itu adalah Japari dan Baihi. Kedua pemuda ini sangat lah pandai berbahasa belanda.

Berbagai macam jenis bunga dan pohonan kayu yang ditanam itu sampai hari ini masih disebut oleh banyak orang di Sikabu-kabu dengan nama tanaman Saruyan Mayer, Bunga Malu Mayer dan masih tumbuh sampai sekarang.


Khusus di hamparan lahan Padang Data hanya ditanami bunga, baik bunga yang sudah ada di negeri Sikabu-kabu, maupun bunga yang sengaja dibawa dari luar negri. Hampir seluruh bunga yang tumbuh di Nusantra Indonesia ini ada di Taman Bunga keluarga Mayer.  Kebanyakan bibit bunga dan pohon kayu ini dibawa dari ITB Bandung. Tersebab itulah dikalagan orang belanda negeri Sikabu-kabu dijuluki dengan sebutan 'Negeri Seribu Bunga'.

Tak kurang dari 20 orang mahasiswa/i yang turut merawat kebun bunga keluarga Mayer setiap hari dan ditambah dengan beberapa orang pemuda Sikabu-kabu. Mahasiswa/i ini pun dibuatkan pula tempat tinggal (basecam) yang terletak di parumahan gudang. Menurut kabarnya,  sebelum perang, perumahan gudang itu sesungguhnya dulu sudah dihuni oleh orang cina, dan kawasan ini pun dekat dengan sumber air bersih.

Setiap pertukaran mahasiswa/i dari Institut Teknologi Badung (ITB) dan dari Universitas Anfalad (UNAND) Padang, mereka selalu membawa bibit bunga yang berbeda beda dan  harus  menanam dan merawatnya.  Para orang tua negeri di Sikabu-kabu  masih banyak yang ingat bagaimana indahnya Taman Bunga itu ketika  memang sedang 'Musim Berbuga'. Sangatlah indah dipandang mata dan semerbak wangi yang ditebarkannya begitu harum, laksana tujuh malaikat yang terhempas ke bumi.

Seiring perputaran zaman serta  waktu yang kian menggejuju, maka sampailah pada pertengahan tahun 1958. Perang meletus. Dengan terjadinya pemberontaan PRRI, akhirnya kebun bunga yang lagi mekar-mekarnya itu ditinggalkan begitu saja oleh Prof. Mayer dan mahasiswa/i yang sedang melakukan penilitian.

Tak terbayangkan nasib bunga-bunga itu sesudahnya. Tak ada seorangpun yang megurusnya. Situasi masa itu begitu darurat. Wangi bunga berubah kabut asap. Kebun Bunga yang indah dan menebarkan wangi itu akhirnya punah dan hangus terbakar.

Pada tahun 1980, ketika Prof.  Mayer datang lagi berkunjung ke negeri Sikabu-kabu, dia ditemani oleh salah seorang anaknya. Kedatangannya hanyalah untuk sekedar berlibur dan bernostalgia dengan teman-teman lamanya.

Dia kembali bertemu dengan teman yang masih tersisa. Baginya Sikabu-kabu telah seakan menjadi kampungnya. Mayer pun pasih berbahasa Sikabu kabu dan kelihatan dia bercakap-cakap serta bersenda-gurau degan teman teman lamanya. Ya, dengan beberapa orang warga Sikabu-kabu yang memang sudah dia kenal sebelumnya.

Kini, di dekat lokasi Taman Bunga itu,  sudah bercelak menjadi destinasi wisata yang bernama 'Kayu Kolek'. Walinagari Sikabu-kabu Tajung Haro Padang Pajang, Maskar Musdar Dt Pobo ingin kembali menjadikan Padang Data tersebut menjadi Taman Bunga. Dengan begitu destinasi wisata Kayu Kolek akan menjadi lebih kaya dengan beragam bunga. Sebagai daerah wisata bunga tentu akan menujang 'Kayu Kolek' dengan Sarasah Kayu Putih yang dimilikinya.

Semenjak bulan Agustus 2018 pembangunan kebun bunga sudah mulai dikerjakan. Proyek kebun bunga ini dibiayai dengan dana desa (nagari) tahun 2018. Sebagai penghargaan atas dedikasinya maka penamaan untuk ini diabadikan sebagai Kebun Bunga MAYER. (ul)

Sikabu-kabu, 23-10-2018.
#majid