Kisah Lima Siswa Gambatte di Jepang Dulang Kesuksesan Karena Sabar

IMPIANNEWS.COM (Jakarta). 

Negeri Sakura terkenal dengan kedisiplinannya. Budaya ini menjadikan negara tersebut sukses sebagai penguasa industri di Asia, bahkan di dunia. Seiring dengan kemajuan negaranya, mereka kekurangan karyawan untuk dipekerjakan di perusahaan kecil dan menengah _(Small & Medium Enterprises)_. Melalui IM Japan, yayasan  penyalur para magang dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Jepang berupaya memenuhi kebutuhan perusahaan untuk mempekerjakan siswa magang selama 3 - 5 tahun.

Semenjak 1991, Pemerintah Jepang merancang dan menetapkan Undang-undang Migran supaya banyak pekerja asing bisa masuk Jepang. Dan IM Japan itu sendiri memulai pengiriman siswa magang pada tahun 1993. Dengan sistem seleksi yang super ketat, dimulai dari tahapan pemeriksaan  berkas; mengerjakan soal matematika 20 nomor dalam waktu 15 menit, minimal 14 benar; lari 3 kilometer dengan waktu tempuh maksimal 15 menit; push-up 35 kali; sit-up 25 kali, wawancara, kesehatan, dan bahasa Jepang, membuat program ini terkemas begitu baik dan siswa sukses menjalankannya di Negeri Matahari Terbit itu.

Selain itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan RI, mengizinkan Lembaga Pelatihan Ketrampilan  (LPK) untuk secara mandiri menyalurkan para migran magang ke Jepang via Sending Organisation (SO) atau program jalur swasta. Tentunya tahapan yang dimiliki SO ini tak jauh beda dengan IM Japan, yaitu siswa digodok Fisik Mental Disiplin (FMD), bahasa Jepang dan lain sebagainya selama kurang lebih 5 bulan.

Peserta LPK Gambatte, Vijay, Faisal Pananggung, Jo Wongkar, Bryand Johanes Timbuleng, Rian Kantohe, sempat ikut program IM dan tidak beruntung akhirnya memilih jalur swasta. "Kami sempat ikut seleksi IM Japan tapi kurang beruntung," kata mereka berlima kompak, saat dihubungi via mesenger di daerah Tochigi Jepang, Sabtu 24 November 2018.

Lanjut salah satu siswa, "Saya gagal mengikuti dua kali tes di IM, dan menunggu hampir tiga tahun baru bisa ke Jepang. Tapi saya sabar, sambil kerja, belajar bahasa di LPK Gambatte dan ikut latihan fisik di lapangan Koni yang dibimbing langsung oleh sensei-sensei  (guru) Asril, France, Febry, Rolly, Agus yang selalu setia memberikan semangat dan wejangan terhadap saya dan teman-teman sampai bisa tiba di Jepang saat ini. Ternyata didikan yang diberikan oleh sensei-sensei bermanfaat di Jepang, benar-benar disiplin, khususnya di perusahaan di tempat saya magang. Panas pencelupan aluminium tak mengendurkan niat saya dalam pekerjaan, tetap semangat dan ingin sukses. Terimakasih sensei-sensei," tulis Johan Wongkar di mesengernya.

Di tempat yang sama, Bryan Timbuleng, asal Kota Tomohon menuturkan kisah saat awal mendaftar di LPK Gambatte di Provinsi Sulawesi Utara, tepatnya di Kota Manado. "Tempaan yang begitu keras di Gambatte akhirnya menghasilkan mental yang kuat bagi saya dan teman-teman di Jepang. Semua yang diajarkan oleh sensei-sensei berguna buat kami dalam menjalankan magang di Jepang. Hanya dengan keyakinan dan kesabaranlah pasti kita dapat menapaki kaki di negeri yang mempunyai empat musim ini. Sebab di sini Jepang bersih, bagus dan orang-orangnya ramah, baik terhadap kami," ujar Bryan yang supel dan pintar menggambar anime Jepang.

"Doumoarigatou gozaimasu/terimakasih sensei Asril sebagai ketua Gambatte Indonesia dan LPK Coop, pimpinan pak Herson Tendean, yang sudah mengayomi kami berlima di Indonesia hingga tiba di Jepang. Kami akan selalu membawa nama baik Bangsa Indonesia dan Provinsi Sulawesi Utara, serta Kota Manado, khususnya Organisasi Gambatte Indonesia bersama LPK Gambatte Kenshuu," kunci mereka berlima kompak dari kota Tochigi di Pulau Honshu, Jepang. (ASR/Red)