IMPIANNEWS.COM (Arab Saudi).
Saudi mengancam akan balas dendam atas sanksi apa pun yang dijatuhkan pihak lain terkait kasus jurnalis hilang, Jamal Khashoggi.
"Kerajaan menegaskan penolakan total atas setiap ancaman dan upaya pelecehan, baik itu dengan menjatuhi sanksi ekonomi, menggunakan tekanan politik, atau melontarkan tudingan palsu," demikian pemberitaan Agen Pers Saudi (SPA) mengutip pejabat anonim.
"Pemerintah juga menegaskan bahwa jika mereka menerima tindakan apa pun, mereka akan membalas dengan tindakan yang lebih hebat, dan perekonomian Kerajaan memiliki peran besar dan vital dalam perekonomian global."
Stasiun televisi milik Saudi, Al Arabiya, kemudian memberitakan bahwa pemerintah sudah mengantongi "lebih dari 30 langkah" yang dapat mereka terapkan untuk melawan sanksi.
Al Arabiya melaporkan bahwa langkah tersebut termasuk terkait penjualan minyak dan senjata, pertukaran informasi antara Riyadh dan Washington, dan kemungkinan rekonsiliasi dengan rival di kawasan, Iran.
Tak lama setelah itu, Inggris, Perancis, dan Jerman, merilis pernyataan bersama bahwa mereka memperlakukan kasus kehilangan Khashoggi "dengan keseriusan penuh."
"Harus ada penyelidikan kredibel untuk menyoroti kebenaran mengenai apa yang terjadi, dan jika relevan, untuk mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab atas kehilangan Jamal Khashoggi, dan memastikan mereka diadili," demikian bunyi pernyataan bersama tersebut.
Semua pernyataan ini disampaikan tak lama setelah Trump menyatakan bakal menjatuhkan hukuman berat bagi pihak bertanggung jawab atas kasus ini.
Di AS, penasihat perekonomian Gedung Putih, Larry Kudlow, mengatakan bahwa Saudi harus menganggap serius peringatan Trump akan nasib jurnalis Washington Post itu.
"Ketika presiden memperingatkan, orang harus memperhatikan. Jika Saudi terlibat, jika Khashoggi dibunuh atau dilukai atau apa pun, akan berdampak buruk. Dia [Trump] akan bertindak," katanya.
Tak lama setelahnya, Kedutaan Besar Saudi di Washington memberikan klarifikasi, mengucapkan terima kasih kepada sejumlah negara, termasuk AS "atas keputusannya untuk tidak langsung menyimpulkan."
Khashogi sendiri adalah mantan penasihat pemerintah Saudi yang kabur ke AS untuk menghindari kemungkinan ditahan oleh otoritas Riyadh.
Selama berkiprah sebagai wartawan, Khashoggi kerap menulis kritik terhadap pemerintahan Saudi, terutama kebijakan-kebijakan Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Dia juga kerap menentang intervensi Saudi selama ini dalam perang sipil di Yaman.
Kontributor Washington Post itu menghilang pada 2 Oktober lalu setelah masuk ke gedung konsulat Saudi di Istanbul.
Hingga kini, penyelidikan masih berlanjut. Namun, Turki menduga Khashoggi diculik dan dibunuh oleh Saudi.
Penyelidik Turki kini sedang meneliti rekaman CCTV yang menunjukkan momen ketika Khashoggi masuk ke dalam gedung konsulat Saudi di Istanbul.
Saat itu, Khashoggi dilaporkan bermaksud untuk mengambil dokumen untuk keperluan pernikahannya dengan tunangannya yang berkebangsaan Turki, Hatice Cengiz.
Cengiz tak ikut masuk ke dalam konsulat dan memilih untuk menunggu di luar. Setelah berjam-jam menunggu, Cengiz tak melihat tunangannya itu keluar gedung hingga konsulat tutup. (has)