Jakarta, -- Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa implikasi besar dalam berbagai sendi kehidupan. Di balik perkembangan itu, tantangan dan permasalahan di masyarakat juga turut berubah. Hal itu menimbulkan konsekuensi tuntutan bagi kita untuk selalu dinamis, tak terkecuali dengan perguruan tinggi.
Saat melakukan pertemuan dengan sejumlah pimpinan perguruan tinggi negeri dan para pejabat di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di Istana Negara, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa perguruan tinggi harus bersegera merespons segala perkembangan itu.
"Yang pasti harus direspons secara berbeda oleh perguruan tinggi. Jangan kita terjebak pada zona nyaman yang tahu ada perubahan tapi tidak cepat merespons dari perubahan-perubahan yang ada," ujarnya pada Rabu, 10 Oktober 2018.
Melihat ke belakang, sebenarnya sudah sejak lama Presiden menyerukan agar dunia perguruan tinggi beradaptasi dengan perubahan yang ada. Di antaranya ialah soal penyesuaian program studi yang ditawarkan perguruan tinggi di Indonesia yang sesuai dengan perkembangan zaman.
"Sangat mengherankan jika zaman sudah berubah tapi fakultas dan program studi tidak banyak berubah. Ini sudah 3 tahun saya ulang-ulang. Saya tunggu sebelum saya mengeluarkan kebijakan yang drastis. Saya tunggu Bapak/Ibu (pimpinan perguruan tinggi) sekalian untuk merespons ini," kata Presiden.
Kepala Negara sangat mengharapkan perguruan tinggi menjadi pionir dalam perubahan besar. Apalagi saat ini kecepatan kita dalam merespons perubahan merupakan kunci untuk menghadapi persaingan global.
"Kita sudah berapa puluh tahun hanya 3 universitas yang masuk ke 500 besar? Harus kita respons _dong_," imbuhnya.
Ia mencontohkan sejumlah respons yang diberikan perguruan tinggi internasional untuk menghadapi perubahan lanskap ekonomi global. Kent State University di Ohio, Amerika Serikat, misalnya yang menyediakan program Manajemen Perhotelan dan Pariwisata di tingkat master dengan penekanan pada implikasi regional, nasional, hingga global dalam industri di lapangan.
Selain itu, ada pula universitas yang membuka program studi yang secara khusus mempelajari soal game yang biasa dimainkan anak-anak muda. Dunia game sekarang ini telah menjadi industri besar yang menuntut perguruan tinggi untuk masuk ke dalamnya.
"Di University of Southern California ada juga _game studies_. Kita harus mengerti sekarang ini anak-anak muda senang _e-sport_, senang Mobile Legend, dan itu mendatangkan _income_ yang besar," tuturnya.
Kepala Negara kemudian menyoroti universitas-universitas di Tanah Air yang lamban merespons perubahan. Selama 30 hingga 40 tahun ke belakang, program studi yang ditawarkan sejumlah universitas tidak jauh berbeda.
"Mungkin dua atau tiga tahun yang lalu saya menyampaikan gagasan pentingnya mendirikan fakultas kopi. Saat itu ada yang tertawa. Ini industri besar kita. Saya serius ngomong seperti itu," ujarnya.
Terhadap gagasan itu, Presiden menceritakan ada salah satu SMK di Jawa Barat yang membuka jurusan tentang studi komoditas kopi. Kepala Negara sangat mengapresiasi inisiatif SMK ini karena memang Jawa Barat memiliki potensi yang besar akan komoditas kopi.
"Pendidikan tinggi harusnya tidak kalah inovatif dengan SMK. Gagasan fakultas kopi ini serius harus kita pikirkan bersama. Bukan hanya kopi saja, produk-produk yang memiliki kekuatan komoditas kita juga," sambungnya.
Bahkan, di negara lain, studi mengenai kopi ini tidak hanya dilakukan di tingkat fakultas, namun terlembaga ke dalam sebuah institusi. Di sana, produk kopi dipelajari, diteliti, dan diajarkan mulai dari cara bertanam, pengolahan, hingga sampai ke pasar industri.
"Ini sebuah studi multidisiplin dan mengelola omzet ekonomi kelas dunia yang besar. Jangan dipikir ini pekerjaan yang mudah, sulit sekali. Bagi Indonesia sebagai pekebun kopi tentu ini memberikan nilai lebih yang sangat besar," tandasnya.
Turut hadir mendampingi Presiden, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir.(ul)
Jakarta, 10 Oktober 2018
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Bey Machmudin