KOMITMEN SUMATERA BARAT PERKUAT SISTEM PERLINDUNGAN ANAK


Hasan mengungkapkan, perlu adanya upaya khusus dalam melaksanakan perlindungan bagi anak
IMPIANNEWS.COM (Padang). 

Dalam rangka melaksanakan visi dan misi program Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang mengamanatkan perlunya pelaksanaan Sistem Perlindungan Anak (SPA), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melaksanakan Evaluasi Pelaksanaan Sistem Perlindungan Anak, untuk menilai efektivitas, efisiensi dan dampak dari penyelenggaraan perlindungan anak sekaligus memperkuat koordinasi dan komunikasi antar sektor untuk memecahkan masalah terkait isu perlindungan anak di Provinsi Sumatera Barat.

“Saat ini, isu-isu terkait masalah anak terus berkembang karena dampak dari proses globalisasi serta akibat program tayangan media massa dan perubahan gaya hidup yang dapat mempengaruhi pola, sikap dan perilaku anak. Selain itu rendahnya tingkat kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan anak, yang ditandai masih adanya anak putus sekolah, pekerja anak, dan belum terpenuhinya hak anak yaitu hak sipil anak, maupun hak mendapatkan informasi layak anak, anak belum mendapatkan pengasuhan dengan baik, maraknya kekerasan anak, dan anak menjadi pelaku tindak pidana. Untuk itu perlu adanya kerjasama, koordinasi dan komunikasi yang baik dengan pemerintah daerah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) dan stakeholder terkait dalam menangani permasalahan tersebut dengan inovasi baru sehingga bisa diselesaikan dengan  baik,” ujar Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi, Hasan dalam acara Evaluasi Pelaksanaan Sistem Perlindungan Anak di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Hasan mengungkapkan, perlu adanya upaya khusus dalam melaksanakan perlindungan bagi anak, Kemen PPPA telah membentuk SPA sekaligus melakukan evaluasi untuk memotret kondisi daerah terkait perlindungan anak dengan melihat hambatan dan kendala, kemudian mencari solusi serta melakukan terobosan dalam menangani permasalahan anak. Proses evaluasi sistem perlindungan anak, menilai beberapa elemen, diantaranya yaitu sistem hukum dan kebijakan, sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga, sistem peradilan, sistem perubahan perilaku sosial, sistem data dan informasi pelindungan anak.

Penyelenggaraan SPA, meliputi pemenuhan hak anak, antara lain hak bermain, hak pengasuhan, hak berekreasi, serta  hak  mendapatkan pendidikan. Selain itu, perlindungan khusus anak yang meliputi perlindungan pada anak dengan kondisi, diantaranya yaitu anak dalam situasi darurat, anak berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak korban eksploitasi secara ekonomi dan seksual, anak korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), anak korban pornografi, anak dengan HIV/AIDS, anak korban penculikan dan perdagangan orang, anak korban kekerasan fisik dan psikis, anak korban kejahatan seksual, anak korban jaringan terorisme, anak penyandang disabilitas, anak korban penelantaran, anak dengan perilaku sosial menyimpang, serta anak korban stigmatisasi pelabelan kondisi orang tuanya. 

“Penyelenggaraan SPA melibatkan berbagai instansi lintas bidang yang harus dilakukan secara bersama, melalui upaya intervensi atau layanan perlindungan berbasis kearifan budaya, menyusun perencanaan dan penganggaran terpadu yang mengedepankan kepentingan anak, serta menyiapkan lembaga Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sebagai pusat layanan terpadu bagi anak. Marilah kita bersama, baik pemerintah, masyarakat, dunia usaha, lembaga pendidikan, maupun media massa memperkuat koordinasi dan berinovasi dalam menjalankan Sistem Perlindungan Anak di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Barat,” ungkap Hasan.

Hasil evaluasi pelaksanaan SPA di Provinsi Sumatera Barat kali ini, mengangkat isu-isu anak, terutama tentang kepemilikan akta kelahiran anak yang belum seluruhnya diberikan kepada anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), masih banyak kasus perkawinan anak, kasus sodomi anak, serta kasus Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT), belum maksimalnya pendidikan anak yang diberikan di LPKA, serta belum disosialisasikannya Peraturan Daerah (Perda) terkait perlindungan anak. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan berupaya mengoptimalkan sosialisasi perda perlindungan anak, mengoordinasikan akta kelahiran dengan dinas kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) dan dinas pendidikan daerah untuk menyelesaikan masalah kepemilikan akta kelahiran anak dan pendidikan anak di LPKA.  

PUBLIKASI DAN MEDIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN  PEREMPUAN
                                                                                                 DAN PERLINDUNGAN ANAK
                                                                                                         Telp.& Fax (021) 3448510,
                                                                   
 e-mail : publikasi@Kemenpppa.go.id