Catatan Riza Falepi : Fenomena Kepala Daerah Kena OTT


IMPIANNEWS.COM
Menuliskan yang terfikir,
Membagikan yang terasa,
Menjawab yang bertanya.
Kira kira itulah maksud tulisan dibawah ini.

Akhir-akhir ini media massa dihiasi dengan pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia yang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada sejumlah kepala daerah di Indonesia, baik Gubernur, Bupati/ Walikota. Tidak hanya kepala daerah yang berasal dari partai oposisi, kepala daerah dari partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK serta pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin pun tak luput dari bidikan KPK. 

Sebut saja, OTT KPK 15 Oktober lalu terhadap Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin. Neneng merupakan kader partai pendukung pemerintah. Sebelumnya pada 4 Oktober,  Walikota Pasuruan, Jawa Timur, Setiyono juga kena OTT KPK.  Setiyono pun kader partai pendukung pemerintah, bahkan menjabat ketua partai tersebut di Pasuruan. 

Kita tentu patut mengapresiasi langkah KPK tersebut. Sikap profesional dan tidak pandang bulu itu perlu diberi terus didukung dan diawasi agar KPK tidak menjadi alat kekuasaan. KPK harus memastikan dirinya bebas dari intervensi apapun serta objektif dan berpegang kepada bukti bukti yang cukup dan kuat dalam menangani suatu kasus.

Kenyataan diatas tentu menimbulkan keprihatinan bagi kita semua, termasuk juga bagi kami, yang juga saat ini diamanahkan sebagai kepala daerah. Bagaimanapun, kepala daerah merupakan simbol suatu daerah. Kepala daerah yang bekerja dan menghadirkan prestasi bagi daerahnya tentu secara tidak langsung akan mengharumkan nama daerah tersebut dimata publik. Sebaliknya, para kepala daerah yang terjaring OTT KPK tentu memberi citra yang buruk juga bagi daerah tersebut, setidaknya ditataran pengelolaan pemerintahan daerah. 

Kami sendiri senantiasa berdoa, kedepan, semoga tidak ada lagi kepala daerah yang bermain api dengan hal-hal yang berbau korupsi. Sebagai kepala daerah, niat kita cuma satu, bagaimana memberikan yang terbaik bagi masyarakat didaerah. Membangun, melayani serta berusaha seoptimal mungkin menjawab kebutuhan dan mengatasi berbagai permasalahan mereka. Semoga dengan niat itu, segala persoalan hukum, termasuk OTT terhadap kepala daerah bisa dihindari. 

Alhamdulillah, ditataran pemerintah Kota Payakumbuh sendiri, niat dan semangat memberi tersebut selalu kami gelorakan dan kami tekankan kepada aparatur pemerintahan yang kami ayomi. Kami senantiasa meminta, agar para aparatur bekerja sesuai dengan aturan yang ada. Perhatikan kualitas kerja, karena hasil pekerjaan kita, itulah yang akan dinikmati masyarakat. 

Alhamdulillah, hasil penelitian Laboratorium Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada awal September kemarin menunjukkan bahwa Tingkat Kepuasan Masyarakat Kota Payakumbuh Atas Kinerja Pemerintah Kota Payakumbuh Sangat Tinggi. Survei yang merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 ini dilakukan berdasarkan indikator-indikator berikut: (1) Kenyamanan lingkungan sosial; (2) Pelayanan birokrasi; (3) Tingkat korupsi; (4) Indikator kepemimpinan walikota dan wakil walikota. 

Berbagai penghargaan pun cukup banyak diperoleh Kota Payakumbuh. Diantaranya, Pemko Payakumbuh dinobatkan sebagai Pengelola Pemerintahan Daerah Terbaik se Sumatera tahun 2017 dan peringkat 15 secara nasional. Meraih nilai sangat baik (BB) pada Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dari Kemen PANRB. Meraih prediket Kepatuhan Tinggi dari Ombudsman RI, dan raihan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI selama empat tahun berturut-turut serta berbagai prestasi lainnya yang tidak mungkin ditulis satu persatu. 

Berbagai raihan itu, tentu patut disyukuri dan menjadi penyemangat bagi kami khususnya untuk terus memberikan yang terbaik bagi masyarakat dan tanah kelahiran kami ini. Niat menjadi Walikota adalah untuk mengabdi dan membangun kampung, hal yang sama ada pada diri pasangan kami,  Wakil Walikota, Saudara, Erwin Yunaz. 

Oleh karena itu, kami juga terkejut karena tiba-tiba ada sekelompok orang yang notabenenya warga kami yang menuduh kami korupsi dan membuat laporan kepada KPK. Mereka menuduh ada beberapa kebijakan yang kami buat masuk dalam ranah korupsi. Sebut saja, proses jual beli tanah buat balai benih ikan di daerag kami serta pembangunan pasar tradisional yang merupakan bantuan dari Kementerian Perdagangan RI. 

Kami pribadi tidak habis pikir dengan dasar pengaduan mereka tersebut. Saya tidak mengerti, salah saya dimana. Misalnya, pertama, masalah jual beli tanah. Proses pengadannya  sesuai kebutuhan dan perencanaan. Sebagai Walikota, saya tidak terlibat  dalam penentuan harga tanah tersebut, sebab sesuai ketentuan itu menjadi kewenangan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan RI. 

Sejak 2014, KJPP diberi kewenangan menentukan harga, termasuk pengadaan tanah oleh Pemda.  Mereka bekerja profesional dan tidak ada intervensi Pemda dalam pekerjaan mereka. Dalam menentukan harga merek diaudit oleh BPK. Proses pencairan dana oun langsung ditransfer ke rekening masyarakat. Lalu dimana letak tuduhan korupsinya? 

Kemudian, tuduhan penelantaran aset pasar. Ini adalah masalah pasar yang secara fungsi belum teroptimalkan. Hal ini masalah kebijakan dan setahu kami, belum ada masalah kebijkan yang bisa dikriminalisasikan. Kenyataan yang ada adalah,  aset pasarnya masih ada, kondisi masih sangat bagus, bahkan menurut kementerian perdagangan, pengerjaan pasar tersebut terbaik se Indonesia. Nah, 
Orang kementerian bilag terbaik, kok malah dibilang korupsi. Korupsinya dimana?

Barangkali yang melaporkan saya ke KPK, mindset nya tentang relasi walikota dengan proyek-proyek masih zaman dulu, dimana dia pikir kita seenaknya ngurusin proyek dan dapat sesuatu dari proyek itu. Yang ada justru sebaliknya, banyak orang minta proyek pada saya dan saya paling malas meladeni mereka. Apalagi kalau kualitas kerja mereka selama ini tidak cukup baik. Bagi saya, kualitas kerja itu nomor satu. Selalu saya tekankan dalam setiap pengadaan, kualitas, kualitas dan kualitas. 

Saya bahkan sering dikomplain para pengusaha terkait tuntutan kualitas proyek ini, karena mempengaruhi besarn keuntungan mereka. Tapi saya tetap tidak bergeming. Karena bagi saya itu tidak bisa ditawar,  meski saya ditekan sana sini, saya tetap konsisten, kualitas nomor satu.

Kenapa demikian, karena kita perlu mendidik masyarakat, agar negara ini diurus dengan benar. Kita berupaya sekuat tenaga mengubah mindset bahwa kepala daerah itu bukanlah sarangnya koruptor, masih banya kepala daerah lain yang tulus berbuat untuk membangun dan mensejahterakan masyarakatnya. 

Maka satu pesan saya kepada yang melaporkan saya dengan alasan yang tidak jelas tadi, kalau kita ingin memajukan Payakumbuh, mari bekerja sama. Jika anda nilai saya gagal, silahkan berhentikan saya atau ikut bertarung menjadi kepala daerah, menggantikan saya. Saya tidak masalah berhenti dari jabatan ini, karena bagi saya ini adalah amanah dan titipan semata. Tidak perlu saya takuti, karena toh iya tidak akan kekal dan abadi. Jadi tidak perlu lah saya diancam dan digertak dengan laporan-laporan tersebut. Saya akan tetap bekerja untuk kemajuan Payakumbuh, tanah kelahiran saya !. (ul)