KUDUNG KAMARI KARYA VERA YUANA
Kidung Kambari Karya Vera Yuana Laksana Dwilogi Cerita Fiksi Keminangan.
Kidung Kambari Karya Vera Yuana Laksana Dwilogi Cerita Fiksi Keminangan.
Vera Yuana, kembali mengeluarkan novel terbarunya yang berjudul Kidung Kambari. Setelah ia sukses dengan novel pertamanya yang berjudul Senandung Sabai.
Novel ini seakan mencerminkan kosistensi yang bersangkutan untuk tetap memilih jalur cerita fiksi Minang sebagai pusat perhatiannya di dalam berkarya.
Kecintaan penulis kepada ranah Minang dan keprihatinannya terhadap minimnya karya sastra (novel) yang mengambil latar belakang daerah dan budaya Minangkabau, membawa Vera berani mengambil tantangan yang tidak ringan.
Meski secara pendidikan Vera tidak pernah bersentuhan langsung dengan hal-hal yang berbau sastra.
Vera dalam novelnya kali ini, lagi-lagi menitikberatkan karyanya pada persoalan yang menyangkut etika, moral dan agama. Bagaimana hubungan sepasang muda mudi itu selayaknya dijalani? Bagaimana pula seharusnya sebuah hubungan keluarga dibangun atas dasar saling menghargai dengan mengedepankan kejujuran dan keterbukaan.
Menurut wanita berdarah Minang ini, novel Kidung Kambari kembali mengangkat Budaya Baralek yang ada di nagari Minang.
Kali ini penulis menyorot pernikahan ala Koto Gadang Kabupaten Agam dengan busana adatnya yang menarik.
Diakui Vera, proses kreatif dari novel kedua, jauh lebih lama jika dibanding novel pertama. Untuk Senandung Sabai, penulis memerlukan waktu lima sampai enam bulan sedangkan pada Kidung Kambari, dia membutuhkan proses dua tahun.
"Memungut persoalan demi persoalan dalam keluarga etnis Minangkabau yang beraneka ragam kebudayaan dan karakter menjadi satu bagian utuh, bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Sejujurnya saya mengalami pasang surut dalam menyelami kisahnya."
Vera memang mengakui beberapa kali melakukan perubahan terkait nama para tokoh pendukung.
"Saya memang melakukan dua sampai tiga kali perubahan terkait beberapa nama tokoh pendukung. Hanya terhadap tokoh utama saja saya tidak melakukannya." Begitulah pengakuannya.
Bagi Vera, yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang hukum, mempertahankan karakter tokoh yang beragam dengan alur cerita yang tidak boleh putus dan harus runtut, bukan hal gampang. Karena konflik yang akan dimunculkan tidak hanya satu tapi beberapa.
Kidung Kambari bercerita tentang drama kehidupan seorang pria bernama Harvan Kambari dimana ketika dia berusia 14 tahun, divonis menderita penyakit jantung rematik. Pria yang awalnya ramah, murah senyum, memiliki wajah tampan, penyuka olah raga basket, cerdas dan dari keluarga berada itu, akhirnya mengalami perubahan jati diri ke arah yang sulit ditebak. Ia merasa dirinya berbeda dan akhirnya mengambil sikap ekstrim.
Novel ini tidak semata-mata mengisahkan tentang cinta, hati, perasaan tapi ada yang yang lebih penting dari pada itu.
Ini tentang takdir Allah yang harus disikapi secara benar, tentang keyakinan akan adanya kekuatan doa, mengenai warisan, uang jemputan, perjodohan dan konflik keluarga yang mencengangkan sehingga mampu menjungkirbalikkan logika.
"Sejujurnya saya hampir sampai pada satu titik, ingin menutup kisah Kambari karena terasa agak berat. Namun perjalanan dalam menuliskan cerita ini sudah saya lewati prosesnya, jadi memang tak semudah membalik telapak tangan menghentikannya. Lalu saya mulai berpikir lagi, membaca ulang naskah yang sudah selesai sebagian, membulatkan tekad, meneruskan kisah ini dengan langkah yang tak lagi mundur."***