Ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo Seorabg Ahli Ekonomi, Sempat Menghilang Lantaran Dituduh Korupsi

Sumitro adalah Menteri Keuangan dalam Kabinet Burhanuddin Harahap. Selain itu, Sumitro yang terkenal sebagai ahli ekonomi adalah pentolan Partai Sosialis Indonesia
IMPIANNEWS.COM 
Ayahanda Prabowo Subianto,  Sumitro Djojohadikusumo , pernah kena tuduhan terlibat korupsi. Pengakuan Rosihan Anwar dalam  Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil (2010: 114), “Waktu itu memang ada masalah bahwa Sumitro melakukan Korupsi, memberikan dana kepada Partai Sosialis Indonesia”
Sebelum menghilang dari Jakarta, Sumitro adalah Menteri Keuangan dalam Kabinet Burhanuddin Harahap. Selain itu, Sumitro yang terkenal sebagai ahli ekonomi adalah pentolan Partai Sosialis Indonesia (PSI), yang di mata orang-orang PKI kerap dijuluki “sosialis kanan” atau “sosialis salon”.
Menurut Abdul Haris Nasution dalam  Memenuhi Antik Tugas: Masa Pancaroba Kedua  (1984: 96-97), pada 26 Maret 1957, Sumitro Rapat Korps Polisi Militer (CPM) di Bandung untuk Ringk. Kala itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dijabat Kolonel Abdul Haris Nasution dan Kepala CPM adalah Letnan Kolonel Rushan Rusli — anak penulis roman Siti Nurbaya, Marah Rusli, juga ayah dari Harry Rusli. Di masa itu Angkatan Darat memang sedang getol mengurusi kasus-kasus korupsi. Setelah revolusi pada 26 Maret 1957, tak ada alasan untuk menahan Sumitro. Ia pulang dan pulang ke Tokyo.
"Ia dipanggil lagi oleh CPM dan buang untuk kedua kalinya, pada tanggal 6-7 Mei 1957. Seusai memeriksa, sekali lagi para pemeriksa tidak ada dasar dan alasannya untuk menahan dirinya," tulis Aristides Katoppo dalam biografi Sumitro,  Jejak Perlawanan Begawan Pejuang  (2000: 207-208). Sementara Mochtar Lubis dalam  Catatan Subversif  (1980: 67) juga mencatat hal yang sama dengan kasus Sumitro tersebut.
Selain itu, Sumitro sebenarnya akan dipanggil lagi pada 8 Mei 1957. Meskipun dalam pemanggilan tanggal 6 dan 7 Mei dia dies tidak bersalah. Rupanya, menurut Nasution lagi, "dari sumber-sumber yang berbeda yang dipercayainya, dia mendapatkan pemberitahuan, karena pemanggilan terakhir ini akan berarti akan dipertahankan."
Di mata Nasution, Sumitro punya pemikiran bahwa tidak tahu kapan akan bebas adalah masalah besar. “Yaitu tindakan maka ia mengambil risiko, dan mengambil sikap untuk melakukan tugas yang dirasa sebagai kewajiban nuraninya,” lanjut Nasution.
“Pada bulan Mei (1957), Dr. Sumitro Djojohadikusumo, dari pusat keuangan di Jakarta, juga mencari dengan Dewan Banteng di Sumatera Barat, sambil melakukan perjalanan ke luar negeri,” tulis Audrey Kahin dalam  Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998  (2005: 304). Kala itu, orang Sumitro menginjak kepala empat dan punya empat anak dari Dora Sigar — Prabowo Subianto adalah anak laki-laki sulungnya.
Sumitro, menurut Djoeir Moehamad dalam  Memoar Seorang Sosialis (1997: 258), “naik kereta api di Stasiun Tanah Abang menuju Merak”. Dari Merak, Sumitro naik kapal Otomotif ke Lampung. Dari Lampung dia naik kereta ke Palembang. Dari Palembang dia menuju ke Padang, naik mobil biasa.
Priasmoro, asisten Sumitro yang pernah jadi Direktur Utama Bapindo, pun mengikutinya. Keluarganya juga Datang pergi ke luar negeri. Tak heran jika anak-anak bersekolah di luar negeri.
Menurut Audrey Kahin pula, “beberapa orang yang bersembunyi di daerah yang membelot secara terbuka, terutama Amerika Serikat, dengan harapan bernilai cukup untuk menarik pemerintah Soekarno.”

Terlibat dalam PRRI

Kira-kira kekinian setelah Sumitro kabur, di Sumatera Barat meletus pemberontakan yang menuntut otonomi yang disebut Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Di mana Sumitro jadi menteri dalam pemerintahan tandingan itu.
Gunakan Sumitro dalam PRRI yang mendirikan PSI, Sutan Sjahrir, tampak gusar. "Sjahrir mengutus Sekretaris Jenderal PSI Djohan Sjahroezah dan Djoeir Moehamad menghubungi Sumitro di Sumatera Barat dan menuntut dia bertahan hingga terhanyut oleh pergolakan daerah," kata Rosihan Anwar — yang dekat dengan orang-orang PSI — dalam  In Memoriam: Mengenang Yang Wafat (2002) : 334).
Apa yang terjadi bertolak belakang dengan harapan Sjahrir: Sumitro larut dalam petualangannya bersama PRRI yang singkat usianya itu. Sumitro adalah tokoh PRRI yang ajang jauh dari desingan peluru. Dia memberikan dorongan diri dalam PRRI dari pengasingannya di luar negeri.
Setelah pemberontakan PRRI / Permesta ditumbangkan, Sumitro bukan bagian dari orang-orang yang ditangkap. Sumitro bertahan di luar negeri hingga tumbangnya Sukarno dan pernah dihalangi untuk ikut upacara pemakaman Sutan Sjahrir pada 1966.
Setelah Soeharto berkuasa sebagai Presiden, Sumitro pulang dengan aman. Tak ada CPM yang memeriksa atas kasus yang melibatkannya. Satu kursi Menteri Perdagangan pun disediakan untuknya pada 1968.
Sumber: Tirto.id