Gempa bermagnitudo 7,0 SR, kembali mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, gempa terjadi pukul 21:56:27 WIB |
Gempa bermagnitudo 7,0 SR, kembali mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, gempa terjadi pukul 21:56:27 WIB, Minggu (19/8/2018).
"Terjadi 19 Agustus 2018, titik lokasi gempa, Lokasi: 8.28 LS 116.71 BT (30 km TimurLaut LOMBOKTIMUR-NTB), Kedalaman: 10 Km, TIDAK berpotensi TSUNAMI," di ciutan resmi BMKG, Minggu 19/08/2108.
Dia menjelaskan, getaran gempa dirasakan di seluruh penjuru bagian Lombok, seperti di Lombok Utara, Lmbok Timur, Lombok Barat, dan juga Lombok Tengah.
"Di Mataram juga, dan Karangasem juga dirasakan," jelas Kepala Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko.
Hasil Survei Gempabumi Lombok
Terkait gempabumi di Lombok, Tim BMKG yang dipimpin oleh Bambang Setiyo Prayitno, M.Si. sebagai Plt. Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu pun telah melakukan survei ke lokasi gempa bumi di Lombok. Dari perjalanan survei inilah, diperoleh hasil survei dan pemetaan lapangan gempabumi Lombok 29 Juli dan 13 Agustus 2018, seperti yang diutarakan Bambang.
Bambang dalam keterangannya mengutarakan bahwa dari survei yang dilakukan tim BMKG ditemukan tingkat kerusakan, seperti yang tertera di dalam infografis. "Zona merah menggambarkan kondisi rusak terparah (rusak berat), kondisi ini akibat percepatan tanah setempat yang tinggi saat terjadi guncangan gempabumi dan pengaruh kondisi infrastruktur di wilayah tersebut (kerentanan tinggi)," ujar Bambang.
Sementara itu, zona kuning menggambarkan tingkat kerentanan sedang atau mempunyai potensi tingkat kerusakan menengah/sedang dan untuk zona hijau menggambarkan tingkat kerentanan rendah atau mempunyai potensi tingkat kerusakan rendah.
Bambang pun menambahkan dari hasil survei ini diperoleh Informasi pemetaan yang dapat dimanfaatkan sebagai pertimbangan untuk rekonstruksi /rehabilitasi bangunan dan infrastruktur, serta terkait tata ruang pasca gempabumi. Adapun Jenis peta yang disajikan antara lain :
a. Shakemap
Peta ini menampilkan informasi estimasi tingkat goncangan diwilayah terdampak akibat bahaya gempabumi, sumber data peta ini terdiri dari data PGA akselerometer stasiun wilayah Mataram, data hasil survey observasi tingkat kerusakan dilapangan dalam bentuk skala MMI dan hasil perhitungan menggunakan model fungsi attenuasi global. Dalam peta shakemap nilai terbesar dari alat yang merekam adalah sebesar 43.4 gal dengan jarak dari pusat gempa 33.7 km, sedangkan nilai 350 gal adalah nilai kesetaraan PGA dengan nilai tingkat kerusakan yang digambarkan dalam skala intensitas gempabumi (MMI).
b. Peta Periode Dominan Getaran Tanah
Peta ini menampilkan informasi hasil estimasi nilai periode dominan getaran tanah dari rekaman alat seismometer yang dipasang di beberapa titik wilayah kerusakan dan wilayah yang tidak mengalami kerusakan. Manfaat dari peta ini dapat membantu estimasi efek lokal geologi bawah permukaan terhadap respon getaran tanah.
c. Peta indeks Kerentanan Seismik
Peta ini menampilkan estimasi tingkat kerentanan dari bahaya gempabumi dengan menggunakan parameter hasil pengukuran periode dominan getaran tanah dengan memanfaatkan parameter amplitude H/V dengan parameter frekuensi dominan getaran tanah.
Dari hasil survei, Bambang menyarankan agar bangunan-bangunan vital dan strategis tidak dibangun di zona merah kecuali dilengkapi dengan tekonologi tahan gempa yang handal dilakukan pengawasan sangat ketat dimulai dari perencanaan sampai proses pembangunan.
"Untuk zona merah perlu dilakukan pendampingan dan pengawasan yang sangat ketat kepada masyarakat saat membangun kembali rumahnya, agar mereka mampu membangun RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat) dengan tepat. Barangkali perlu dilakukan pengawasan langsung dari aparat/petugas PUPR setempat," tambahnya.
Sementara untuk zona kuning, Ia mengutarakan perlu dilakukan pendampingan dalam pembangunan RISHA namun tidak seketat di zona merah. Berbeda halnya dengan zona hijau yang direkomendasikan perlu tetap adanya pendampingan, namun pengawasan bisa diserahkan kepada masyarakat secara mandiri.
Bambang pun berharap peta tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam perencanaan tata ruang wilayah rentan gempabumi dan masyarakat diminta agar selalu bersikap tenang, namun tetap waspada.
# Gan | Humas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) RI