Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kota Padang diwakili Kasubag. Pelayanan Informasi Publik Bagian Humas Sekretariat Daerah Kota Padang, Dewi Aftianengsih menyatakan kesiapan membantu Divisi Humas Polri dalam mencegah konten negatif dengan terus membenahi implementasi Undang-undang (UU) Keterbukaan Implementasi Publik (KIP) di lingkungan Pemerintah Kota Padang.
“Kami, PPID Kota Padang akan berusaha semaksimal mungkin memberikan pelayanan informasi publik yang dapat dipertanggungjawabkan melalui media komunikasi dan informasi pemerintah yang resmi. Sehingga meminimalisir kemungkinan masyarakat mengakses informasi hoax," ujarnya di sela-sela kegiatan Diskusi Publik tentang Upaya Pencegahan Terhadap Konten Negatif pada Era Keterbukaan Informasi Publik di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat di Pangeran Beach Hotel Padang, Rabu (25/7/18).
Kepala Divisi Humas Kepolisian Republik Indonesia (Kadiv. Humas Polri), Irjen. Pol. Setyo Wasisto, SH juga menyampaikan kebebasan berpendapat yang difasilitasi oleh perkembangan media sosial seringkali menimbulkan dampak negatif, seperti menjamurnya ujaran kebencian (hate speech), penyebaran konten negatif dan informasi hoax di tengah masyarakat. Hal ini menjadi tantangan serius, terutama jika berdampak di dunia nyata dalam bentuk pengrusakan, perkelahian antar suku, antar agama dan golongan.
Diskusi publik tersebut berlangsung hangat yang diikuti jajaran Kasubag Humas dan Operator Humas Kepolisian Resort (Polres) Polda Sumatera Barat (Sumbar), PPID Satker Polda Sumbar, Komisi Informasi Publik Sumbar, Dinas Kominfo Provinsi Sumbar dan PPID Kota Padang.
Diskusi tersebut menghadirkan Kepala Sub Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI, Hendri Sasmita Yuda. Juga Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak (TRCPA) Rusmini Supardi serta Penasehat Media Delik Hukum sebagai narasumber, Diantori.
“Dengan dilaksanakannya diskusi publik ini diharapkan kepada seluruh PPID, khususnya di lingkungan Polri dan pemerintahan daerah dapat bersinergi demi mencegah adanya ujaran kebencian, penyebaran konten negatif dan berita hoax yang dapat menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas)," tutur Setyo.
“Jika setiap badan publik mampu secara proaktif memenuhi seperti yang diamanatkan oleh UU No.14 tahun 2008 tentang KIP ini, saya memiliki keyakinan bahwa ujaran kebencian, penyebaran konten negatif dan berita hoax dapat ditekan. Hal ini dikarenakan kita sebagai badan publik telah menyediakan informasi yang jelas sumber dan validitasnya. Sehingga ketika masyarakat mendapatkan informasi yang belum jelas sumbernya, segera melakukan 'cross check' kepada badan publik yang rutin menyediakan, membagi serta menguasai informasi tersebut”, imbuhnya.
Senada dengan yang disampaikan Kadiv. Humas Mabes Polri, Kapolda Sumbar, Irjen. Pol. Drs. Fakhrizal, M.Hum sewaktu memberikan sambutan juga mengharapkan kegiatan ini menjadi media tukar pendapat, koreksi, dan saran yang membangun, sehingga menghasilkan terobosan yang tentunya mendukung tugas pokok Polri di bidang kehumasan khususnya menekan beredarnya berita hoax.
“Penguatan sumber daya fungsi humas diperlukan dalam menghadirkan informasi yang terjamin validasinya. Tentu ini tidak dapat dipikul humas sendiri namun perlu dukungan melalui kemitraan dengan berbagai stakeholder pengelola informasi publik lainnya," ujar Fakhrizal.
Tak tanggung-tanggung Hendri Sasmita Yuda selaku narasumber dari Kemenkominfo RI memberikan beberapa cara untuk menghindari hoax. Pertama, cek sumber berita untuk memastikan informasi didapat dari sumber yang kredibel. Kedua, berbagi informasi dengan orang lain yang dapat membantu meluruskan informasi yang salah. Ketiga, jangan terprovokasi atau bersikaplah netral saat menerima informasi.
Keempat,membandingkan informasi yang diterima dari berbagai sumber, dan kelima, memperkaya referensi dengan banyak membaca untuk membandingkan benar tidaknya sebuah informasi.
Sedangkan Rusmini Supardi yang fokus kepada perlindungan anak mengimbau peserta diskusi yang juga merupakan para orang tua untuk mendampingi anak atau selalu mengawal anak ketika mengakses sumber informasi, memberi batasan waktu dalam mengakses internet dalam sehari bagi anak, dan menanamkan nilai-nilai sosial pada diri anak.
Menurut perempuan yang akrab dengan sapaan Bunda Naumi ini, konten negatif sangat berbahaya bagi anak, karena dapat membuat anak menjadi pemalas, merusak pola pikir anak, anak tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, waktu belajar anak terganggu, anak malas ke sekolah, anak sulit berkonsentrasi, berpikir dangkal, meningkatkan agresifitas, mudah marah dan emosi, serta memberikan efek candu dan penasaran.
Sebagai penutup, Diantori dari Penasehat Media Delik Hukum menegaskan kembali pemahaman tentang hoax. “Hoax merupakan sebuah pemberitaan palsu yakni dengan usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita tersebut tahu bahwa berita tersebut palsu," jelasnya.
Diantori menegaskan hoax telah menjadi industri yang menggairahkan bagi pelaku kejahatan teknologi informasi. Menurutnya, keterbukaan informasi publik dapat mencegah konten hoax yang berkembang, karena lembaga publik melalui PPID dapat bertindak cepat dan tanggap untuk menerbitkan informasi resmi dalam upaya menangkal informasi hoax yang telah beredar di masyarakat. (BT/DV)
*Foto: Doc. Humas Polda Sumbar