Oleh : Ketua Umum PWRI, Suriyanto, SH, MH, MKn
IMPIANNEWS.COM (Jakarta).
Ketua Umum Persatuan Wartawan Repubik Indonesia (PWRI) menyikapi surat Dewan Pers yang beredar luas di kalangan pemerintah dan masyarakat. Surat Dewan Pers No. 371/DP/K/VII/2018 yang ditandatangi oleh Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo itu dinilai dapat membuat kegaduhan dan perpecahan bagi bangsa dan negara.
Tata bahasa yang digunakan dalam isi surat tersebut merupakan bahasa “jalanan” bukan sebagai seorang pemimpin sebuah institusi nasional apalagi sebagai pengayom kebebasan pers yang sesungguhnya, sangat tidak pantas, tegas Suriyanto, SH, MH, MKn dalam keterangan resminya kepada wartawan (28/7).
Dalam surat itu, Yosep Adi sebagai Ketua Dewan Pers menyebut nama-nama organisasi dengan kata tidak mengenal, kemudian tujuan surat adalah ke jajaran pemerintahan. Ini jelas adalah bentuk diskriminasi yang melanggar UUD 45 Pasal 28 f dan g, jelas Suriyanto.
Selain itu, Yosep Adi juga menyatakan jumlah media online yang hanya diakuinya, selebihnya tertulis tidak diakui. Ini menunjukkan ketidakmampuannya berfikir, apakah ia tidak pernah berpikir bahwa organisasi dan media, disebut dengan kata abal-abal dalam surat itu, tidak punya hak konstitusi dalam negara?, tanya Suriyanto setelah mengetahui adanya surat dewan pers yang beredar itu.
“Saya sangat menyayangkan, surat edaran itu beredar. Nyata-nyata kami adalah organisasi dan media yang punya legalitas badan hukum justru disebut abal-abal”, terangnya sembari menjelaskan tentang program pemerintah atas usaha kecil menengah yang sedang digalakkan oleh Presiden.
Untuk itu ia meminta agar seluruh aparatur pemerintah dan khususnya Presiden untuk menyikapi prilaku kebijakan Ketua Dewan Pers dan kawan-kawannya sebagai lembaga agar lebih dewasa dan paham dalam penegakan kebebasan pers dan menjalankan hukum pers sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tutupnya.
Untuk diketahui bahwa Dewan Pers membuat surat “perintah” layaknya Presiden yang ditujukan langsung kepada Menteri Sekretaris Negara, Menteri Kordinator Polhukam, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Dalam Negeri, Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Para Pimpinan BUMN/BUMD, Para Karo Humas dan Protokoler Pemprov, Pemkab, Pemkot se-Indonesia, dan terakhir kepada Para Pemimpin Perusahaan.
Surat itu berisi untuk tidak melayani dan tidak memberi ruang gerak kepada organisasi pers (disebut dalam surat) yakni PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia), SPRI (Serikat Pers Republik Indonesia), IPJI (Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI), Ikatan Media Online (IMO), Jaringan Media Nasional (JMN), Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOIN), Forum Pers Independent Indonesia (FPII), Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK), dan lain-lain.
Dengan alasan Dewan Pers tidak mengenal mereka dan menyebutkan bahwa upaya dan langkah-langkah audiensi dan lobi-lobi terhadap kematian wartawan Muhamad Yusuf di Kotabaru, Kalimantan Selatan adalah penunggang gelap dan tidak perlu diberi panggung.
Kemudian, setelah menyebut secara gamblang nama-nama organisasi yang tidak dikenal Dewan Pers, dalam surat itu, Yosep Adi sebagai penanda tangan surat membuat tembusan suratnya kepada Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Ketua Persatuan Siaran Radio Swasta Nasional Indonesia (PSRSNI), Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS), Ketua Umum Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATLI), dan terakhir kepada Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia.
Diketahui juga bahwa penetapan Ketua Dewan Pers Yosep Adi, dkk untuk masa jabatan 2016-2019 ditetapkan dalam Keputusan Presiden No.14/M Tahun 2016 yang ditandatangi oleh Presiden Joko Widodo.
Penulis : IH/redaksi.
Foto : Ketua Umum PWRI, Suriyanto, SH, MH, MKn