IMPIANNEWS.COM (Surih).
Puluhan truk bantuan kemanusiaan tibadi Ghouta Timur pada Senin (6/3), untuk pertama kalinya sejak serangan mematikan dimulai di kawasan tersebut. Namun, pemerintah Suriah melarang sebagian pasokan medis disampaikan dan terus melanjutkan serangan darat dan udaranya.
Konvoi lebih dari 40 truk itu ditarik dari Douma meski hari masih gelap, setelah kota tersebut terus dihujani tembakan artileri. Sembilan jam di sana, para pekerja tak sempat menurunkan seluruh pasokan dan terpaksa langsung kembali ke Damaskus dengan selamat.
"Tim dalam keadaan aman, tapi dengan situasi keamanan, diputuskan untuk menarik diri untuk saat ini. Mereka menurunkan sebanyak mungkin bantuan yang sempat diturunkan, mengingat situasi terkini di lapangan," kata juru bicara Komite Palang Merah Internasional Iolanda Jaquemet di Jenewa.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan lebih dari 400 ribu orang terjebak di daerah yang terkepung itu. Mereka sudah mulai kehabisan pasokan pangan dan medis ketika operasi dimulai dengan serangan udara, dua pekan lalu.
Seorang sumber dari badan kemanusiaan mengatakan kepada Reuters bahwa 10 truk meninggalkan kota itu dalam keadaan "tersegel utuh," sementara muatan empat mobil lainnya sudah dibongkar sebagian.
Beberapa jam sebelumnya, seorang pejabat PBB yang mendampingi konvoi menyatakan "tidak senang" mendengar dentum tembakan dekat titik perlintasan ke timur Ghouta, meski ada perjanjian bantuan disampaikan dengan aman.
"Kami perlu diyakinkan bahwa kami akan mampu menyampaikan bantuan kemanusiaan dalam kondisi yang baik," kata Ali al-Za'tari kepada Reuters di titik persimpangan.
Seorang pejabat badan kemanusiaan PBB mengatakan pemerintah melarang 70 persen pasokan medis yang dibawa konvoi tersebut masuk ke Ghouta, sepert peralatan untuk mengatasi trauma, alat operasi, insulin dan material vital lain.
Komite Palang Merah mengonfirmasi sebagian peralatan medis dicegah masuk ke wilayah itu, tapi tidak menjelaskan secara detail.
Didukung Rusia, angkatan bersenjata Suriah telah merebut lebih dari sepertiga Ghouta dalam beberapa hari terakhir, mengancam membelah daerah kekuasaan terakhir pemberontak itu menjadi dua, meski negara-negara Barat menyebut mereka melanggar gencatan senjata.
Syrian Observatory for Human Rights menyatakan sejumlah serangan mengincar garis depan dekat kota Harasta dan pedesaan Beit Sawa dan Hos al-Ashari. Kelompok pengamat itu kemudian menyatakan 80 orang tewas dan lebih dari 300 lain luka-luka, mencatat jumlah korban tertinggi dalam waktu satu hari sejak gencatan senjata PBB dimulai 10 hari lalu.