Besok, Senin (5/2/18), gabungan sejumlah wartawan di Sumatera Barat akan lakukan aksi damai dalam rangka menunjukan rasa prihatin atas maraknya kriminalisasi terhadap awak media dalam meliput dan memberitakan oleh apparat penegak hukum.
Koordinator Aksi, Randi Pangeran, mengatakan peserta aksi akan berkumpul di Gelanggang Olah Raga (GOR) H Agus Salim dan melakukan long march menuju Mapolda Sumbar dan Kejaksaan Tinggi Sumbar.
“Dalam menangani kasus pers, penegak hukum harus mengacu terhadap undang-undang (UU) Pers nomor 40 tahun 1999. Penegak hukum di Sumbar harus mengindahkan nota kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri dan Kejagung dalam melindungi kemerdekaan pers yang bertanggung jawab,” ucap Randi, Minggu (4/2/18).
Menurutnya, aksi ini bertujuan bentuk kepedulian dan untuk menegakan UU Pers sebagai payung hukum Pers di Indonesia.
“Aksi ini sebagai bentuk kepedulian dari awak media berbagai aliran, seperti media dalam jaringan, cetak, dan elektronik. Tidak ada membawa nama organisasi, ini murni personal dari wartawan tersebut,” tuturnya.
Kemudian, Herman Tanjung sebagai penanggung jawab aksi menjelaskan aksi tersebut dilakukan untuk menuntut beberapa hal diantaranya; pertama, untuk menghentikan segala bentuk tindak kriminalisasi dalam penanganan kasus pers terhadap karya jurnalistik wartawan oleh penegak hukum.
Kedua, dalam menangani sengketa pers, Penegak hukum harus mengacu pada UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Selanjutnya, Penegak hukum di Sumbar harus mengindahkan Nota kesepahaman Dewan Pers dengan Polri Dan Kejagung dalam melindungi kemerdekaan pers yang bertanggung jawab. Dan terakhir, Penegak hukum harus menyegerakan proses hukum kepada para tersangka pelaku kriminalisasi terhadap wartawan di sumbar, jelas Herman.
Herman Tanjung berharap, aksi damai yang akan dilaksanakan esok berjalan dengan tertib sesuai pada judulnya.
Penegak Hukum Harus Merujuk Kepada UU Pers
Senada dengan itu, Ismail Novendra salah seorang yang akan ikut aksi damai, mengungkapkan berbagai penyesalanya terkait proses penegakan hukum terhadap pers/wartawan di Sumbar baru baru ini.
Hal itu dijelaskanya merujuk kepada masalah yang ia alami saat ini. Sebelumnya, Ismail selaku Pemimpin Umum Media Jejak News dilaporkan ke Polda Sumbar terkait pemberitaan medianya. “Laporan dibuat tanggal 17 September 2017, lalu berselang sehari Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) sudah dikeluarkan”, ungkapnya, Minggu (4/3/18).
Penandatanganan MOU Dewan Pers dengan TNI dan POLRI
Lebih lanjut dikatakanya, jika SPDP seketika dikeluarkan, dirinya bisa saja jadi tersangka. “Mengapa penyidik Polda tidak lebih dulu mengacu kepada UU Pers sebagaimana mestinya penyelesaian sengketa pers, padahal Mmemorandum of Uunderstanding (MoU) antara Dewan Pers dengan TNI dan Polri tahun Februari 2017 lalu sudah ditandatangani”, papar Ismail.
Salah satu poin dari MoU Dewan Pers dengan TNI dan Polri tersebut, kata Ismail, pada Pasal 4 ayat 2 menyebutkan Pihak Kedua, apabila menerima pengaduan dugana perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/bersengketa dan/atau pengadu menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Pihak Kesatu maupun proses perdata.
Menurutnya, persoalan pers diarahkan ke KUHP sepertinya tidak pas, karena banyak proses yang seharusnya dilalui terlebih dahulu oleh penegak hukum. “Sedangkan, sebelum ditetapkan jadi tersangka, saya belum pernah dipanggil sebagai saksi”, tuturnya bermimik kecewa.
Organisasi Pers Wajib Dukung Kebebasan dan Kemerdekaan Pers
Selain itu di hari yang sama, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumbar, Yal Aziz mengatakan para Organisasi Pers yang ada di negera ini sebaiknya harus kukuh mendukung kebebasan dan kemerdekaan anggotanya yang tertimpa kasus hukum pada saat bertugas.
“Kita (SMSI Sumbar), selalu memberikan dukungan kepada seluruh anggota yang mengalami masalah/sengketa hukum pers. Karena, kemerdekaan pers harus terjamin sebagaimana sudah disebutkan oleh UU No 40 tahun 1999 tentang pers”, tegasnya.
Disampiakan Yal Aziz, terkait aksi damai yang akan dilaksanakan pada hari Senin 4 Maret 2018 oleh gabungan wartawan seluruh Sumatera Barat, dirinya Bersama SMSI Sumbar mendukung penuh aksi tersebut. Karena, menurutnya organisasi pers wajib mendukung apa-apa yang akan memerdekakan pers dalam bertugas.
“Sebagai organisasi pers, kami selalu berpartisipasi terhadap aksi yang akan mendukung terealisasinya kebebasan dan kemerdekaan pers agar menjadi acuan bagi penegak hukum”, jelas Yal Aziz di kantornya.
Sengketa Pers Harus Dikembalikan Kepada UU Pers
Pernyataan tegas juga diutarakan Wartawan Senior, Yatun SH, yang juga dikenal sebagai Lawyer (pengacara) di Sumbar menekankan agar pihak penegak hukum harus mengembalikan fungsi UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers seutuhnya. Dia menilai, bahwa kebebasan dan kemerdekaan pers sudah diatur oleh Undang-undang sebagai tolak ukur Hukum tertinggi di negara ini. “Tentunya, segala persoalan atau persengketaan pers mesti merujuk ke UU Pers, tak pantas jika di-KUHP kan”, tegasnya.
Selain itu, Yatun mengusulkan pada aksi damai yang akan dilaksanakan berjalan dengan tertib dan taat hukum. “Kita harus tunjukan bahwa pers berunjuk rasa sangat menghargai hukum sebagaimana fungsinya menjadi corong rakyat”, ujarnya.
Selanjutnya, dia berpesan melalui media ini, kepada pihak penegak hukum harus hargai betul tugas wartawan yang berperan penting terhadap kemajuan bangsa dan negara Indonesia. “Jika pers dengan mudah di-KUHP kan, lalu siapa lagi yang akan mengkritisi atau menjalankan fungsi kontrol sosial yang sesungguhnya. Alhasil, kemungkinan apa-apa saja bisa bungkam dan tidak transparan lagi bila kebebasan dan kemerdekaan pers tidak mendapat dukungan dari penegak hukum sesuai Undang-undang”, jelas Yatun menghimbau.
Meskipun begitu, lanjut Yatun, para wartawan dalam bertugas tetap dalam kode etik yang sudah diatur agar pers Indonesia dapat megedukasi, mengaspirasi dan menginformasikan secara berimbang kepada masyarakat, pungkasnya.
Sumber : Kabardaerah.com.