drg. Pasri, pria berkaca mata, kelahiran tahun 1973, Aur Kuning, Kota Payakumbuh ini menyelesaikan Pendidikan Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG) di Depkes, Bukittinggi pada tahun 1992.
Satu tahun setelah tamat sekolah setingkat SLTA tersebut, ia diterima menjadi PNS oleh Pemerintah propinsi Sumatera Barat, dan ditempatkan di Kota Payakumbuh, tepatnya ia bekerja di Puskesmas Balai Jariang.
Pasri muda, memiliki rasa ingin tau yang tinggi. Saat berdinas di Puskesmas Balai Jariang, ia selalu mengupdate ilmu secara otodidak. Tersebab keinginannya membantu pasien untuk mendapatkan gigi palsu, sementara ia tidak mampu.
Lantas ia menyerah? Ternyata tidak, ia katakan pada Medianers, "Saya pergi belajar ke Padang Panjang, belajar sama drg.Rosni betty, mantan guru saya waktu di SPRG, saya ceritakan kendala saya saat bekerja, dan ibu Rosni meminta Evi Poli Yunedi, asistennya sekaligus senior saya waktu di SPRG untuk mengajarkan saya cara membuat gigi palsu." Ucapnya.
Dan, Pasri menambahkan," Setelah saya bisa membuat gigi palsu, lalu saya pasangkan pada pasien, ternyata ukurannya tidak pas, dan saya balik lagi ke Padang Panjang, buk Rosni geleng-geleng kepala melihat usaha saya." Kenang Pasri.
Lima (5) tahun mengabdi di Puskesmas, Pasri sosok low profile ini ingin belajar formal, dengan melanjutkan pendidikan ke Akademi Teknik Gigi di jakarta. Keinginannya direstui oleh Pemerintah Kota Payakumbuh, ia dibantu uang saku oleh Pemko dengan status tugas belajar. Tiga tahun kemudian ia sukses menyelesaikan pendidikan (2001). Dan, kembali ditugaskan di Puskesmas Balai Jariang. "Pasri, Am.Tg" demikianlah gelar yang melekat dibelakang namanya.
Setelah sukses menyelesaikan pendidikan Akademi Teknik Gigi, akhirnya Pasri melepaskan masa lajangnya,(2003) dengan menikahi sosok wanita yang satu profesi, yakni Perawat Gigi juga.
Alasan Pasri Melanjutkan Kuliah Kedokteran Gigi
Suatu ketika Pasri pernah dihadapkan persoalan dilematis, semasa menjalankan tugas di Puskesmas, ia pernah dijemput keluarga pasien tengah malam dan dibawa kerumah, untuk mengobati pasien perdarahan pasca cabut gigi. Pasien tersebut telah berobat ke Rumah Sakit dan ke Puskesmas, namun perdarahannya tidak berhenti.
Pasri menyadari tindakan pertolongan yang akan ia berikan bukanlah kewenangannya, tapi ia tidak kuasa menolak, karena keluarga pasien yang membawanya setengah memaksa dan keluarga tidak mau membawa pasien untuk berobat lagi ke Rumah Sakit. Kepercayaan pasien dan keluarga tertumpu padanya.
Dengan berat hati, Pasri masa itu melakukan tindakan di luar kewenangannya, yaitu melakukan kauterisasi, membakar ujung-ujung pembuluh darah perifer menggunakan besi yang dipanaskan dan ditempelkan pada lokasi perdarahan. Logikanya, ujung-ujung pembuluh darah akan menciut jika dipanasi dan perdarahan akan terhenti.
Ia mengatakan pada Medianers, " Saya benar-benar pasrah saat itu, apapun yang terjadi. Sebab, saat masuk rumah pasien, orang-orang sudah berkerumun, serta membaca ayat suci Al- Quran. Saya lihat pasien pucat, Anemis berat, pertanda banyak kehilangan darah. Alhamdulillah, perdarahan terhenti dan pasien selamat berkat pertolongan Allah, SWT. Namun, jika membayangkannya saya sangat cemas, karena melakukan tindakan diluar kewenangan klinis. Ungkapnya.
Pasri akhirnya menguatkan diri untuk melanjutkan pendidikan kedokteran gigi. Meskipun ia telah berpengalaman melakukan tindakan dilapangan, itu tidak cukup dalam menolong pasien. Ibarat bawa mobil, meskipun terampil, jika tidak memiliki SIM, tetap akan ditilang oleh polisi lalu lintas, disebut melanggar hukum jika tak mampu menunjukan SIM saat terjaring razia di Jalan Raya.
Pada tahun 2006, berkat dukungan istri dan keluarga tercinta serta Pemko Payakumbuh, ia diberi izin melanjutkan kuliah ke Fakultas Kedokteran Gigi (FKG). Untuk dapat izin melanjutkan kuliah kedokteran gigi itu tidak mudah, namun dr.Merry Yuliesday.MARS selaku kepala dinas kesehatan saat itu memudahkan niatnya melanjutkan harapan tulusnya.
Memang tidak mudah, ia berniat meninggalkan profesinya sebagai Perawat gigi, dan ingin membuka lembaran baru, memimpikan menjadi dokter gigi yang lebih luas kewenangan kliniknya.
Setelah menghubungi beberapa Universitas negri, ternyata ia telah lewat usia untuk melanjutkan pendidikan kedokteran gigi, seperti USU misalnya, menolak untuk menerima sebagai mahasiswa baru.
Ia menyadari yang direkrut oleh Fakultas Kedokteran gigi adalah tamatan SLTA, dan ia pun telah menyiapkan ijazah SLTA, diam-diam ternyata Pasri pernah sekolah di SLTA. UNAND pada tahun 2006, belum membuka jurusan Kedokteran gigi. Beberapa universitas swasta yang ia hubungi ternyata mau menerima Pasri, meskipun lewat umur dengan ijazah SPRG.
Akhirnya pilihan jatuh pada FKG Universitas Baiturahmah, Padang. Di usia 33 tahun ia mulai jadi mahasiswa baru, bergabung dengan anak muda segar dan enerjik. "Saya berteman dengan anak muda. Alhamdulillah saya menyelesaikan pendidikan 10 tahun " Ucap Pasri sambil ketawa, yang juga terlihat awet pengaruh lingkungan.
"Saya menyelesaikan pendidikan 10 tahun, karena kuliah sambil bekerja, sebab saya kuliah tidak dibantu pemerintah, meski tetap menerima gaji pokok sebagai golongan 3. Dengan gaji golongan 3 kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah di swasta tidak cukup. Untuk uang masuk saja saya cicil berkali-kali, padahal diperbolehkan hanya 2 kali oleh pihak kampus. Tapi, saya mambana ke ketua yayasan." Tuturnya.
"Dari pada enggak, alhamdulillah, uang wisuda ada dibantu oleh Pemko Payakumbuh sebanyak 3 juta rupiah." Tukuknya menimpali.
"Kejarlah cita-citamu, maka dukungan akan berdatangan dari lingkunganmu, sebagaimana besi mengejar magnet."
Dokter Gigi Pasri, seorang mantan Perawat Gigi ini memiliki prinsip, " Kejarlah cita-citamu, maka dukungan akan berdatangan dari lingkunganmu, sebagaimana besi mengejar magnet." Pesannya .
Sejak Maret 2016, drg. Pasri ditugaskan kembali di Kota Payakumbuh, tepatnya di Poli Gigi RSUD dr Adnaan WD. Pria yang memiliki 3 putri ini, sarat akan pengalaman, ia memahami kerja Perawat Gigi, menguasai teknik gigi, dan sekarang sukses menjadi dokter gigi.
Penulis jadi teringat kalimat sakti yang dituliskan oleh Ahmad Fuadi dalam novel Negri 5 Menara, yaitu " Man Jadda Wa Jadda." Artinya, "barang siapa yang bersungguh-sungguh, akan mendapatkan apa yang diinginkannya. " Sesuai dengan pengalaman Ahmad Fuadi yang dapat tawaran dari 10 universitas terkenal diberbagai belahan dunia. Padahal ijazah tempat ia menimba pengalaman sebelumnya tidak diakui oleh universitas dalam negri.
Hari ini, drg.Pasri telah memberi sinyal pada pembaca, selayaknya novel negeri 5 menara, pesan moralnya mencintai pendidikan demi memuaskan rasa ingin tau, tidak ada yang tidak mungkin, jika bersungguh-sungguh.
Insha Allah dukungan akan mengalir darimana saja. Akhirnya magnet itu menjadi berharga, sebagaimana yang telah dibuktikan drg.Pasri.(medianers/ul)