Ribuan guru, siswa dan tokoh masyarakat menyimak khidmat pemaparan sejarah yang disampaikan pembicara dalam Seminar Nasional Peringatan Hari Bela Negara di Auditorium Universitas Negeri Padang, Rabu (20/12/2017). Seminar ini mengambil tema “Membela Keberlajutan NKRI dari Belantara Hutan Sumatera”.
Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah dalam sambutannya menyampaikan, dalam sejarah bangsa Indonesia sebelum merdeka, ada masa-masa kelam. Apa yang diketahui sekarang hanyalah sebagian kecil dari sejarah tersebut.
“Berapa banyak pejuang-pejuang yang telah berkorban untuk kemerdekaan negeri ini. Berapa yang dicatat sejarah dan terlupakan,” kata Mahyeldi.
Sebagai generasi penerus, kata Walikota, semestinya menghargai pengorbanan para pejuang tersebut dan berjuang mengisi kemerdekaan serta mempertahankan keutuhan NKRI.
“Dalam kesempatan ini saya mengajak masing-masing kita memiliki kejujuran menghargai sejarah, memiliki semangat persatuan dengan prinsip kesatuan yang terbingkai dalam NKRI,” papar Mahyeldi.
Seminar yang dipanitiai Dinas Pendidikan Kota Padang ini menghadirkan nara sumber Prof. Mestika Zet (sejarahwan), Akmal (penulis buku “Presiden Prawira Negara”), Prof. Gusti Asnan (Dosen Sejarah Unand) dan Ikmal Gopi (sutradara film documenter “Radio Rimba Raya”).
Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Barlius menyebut, Hari Bela Negara adalah satu-satunya momentum sejarah di luar Jawa yang diperingati secara nasional. Tepatnya di Sumatera Barat saat Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Bukittinggi pernah menjadi ibukota sementara Republik Indonesia. Ketika itu, Yogyakarta sempat dikuasai Belanda pada tahun 1948. Agar Republik Indonesia tetap ada, Presiden Soekarno menyerahkan mandat kedaulatan pemerintahan kepada Syafrudin Prawiranegara di Bukittinggi.
Syafrudin Prawiranegara membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dijalankannya selama 207 hari. Setelah Agresi Militer Belanda II usai, Syafrudin Prawiranegara menyerahkan kembali pemerintahan kepada Soekarno.
Sejarah ini hampir hilang dalam ingatan warga. Ini harus disampaikan kepada anak didik di sekolah dan dipahami lebih luas oleh masyarakat.
"HBN adalah satu-satunya hari nasional yang kejadiannya di Sumatera Barat. Kita harus terus merespon dan mengingatnya," ucap Barlius.
Jika tidak ada PDRI pada saat itu berkemungkinan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi saat ini. Karena melalui medianya, Belanda mengkampanyekan kepada dunia internasional bahwa Indonesia sudah mereka kuasai. Pemimpinnya sudah ditangkap.
Melalui Radio yang ada di Sumatera Barat dan Aceh (Radio Rimba Raya), berita tentang PDRI disiarkan ke seluruh dunia. Akibatnya pada waktu itu dunia internasional memberikan dukungan kepada Indonesia dan mengecam Agresi Militer Belanda II. (du/ch/yz)