Payakumbuh--Ditengah giatnya Pemko Payakumbuh dalam pengembangan dan pembinaan kepada pelaku UKM/IKM serta hangatnya informasi terkait Perhelatan "Payakumbuh Botuang Festival Tahun 2017" di Kota Payakumbuh yang akan digelar pada tanggal 26 November hingga 2 Desember 2017 menjadi salah satu itikat kami untuk mengajak salah seorang pelaku IKM anyaman bambu, Amri Dt. Pangulu Sati warga Kelurahan Tanjung Pauh, untuk terlibat dalam iven memeriahkan HUT Ke 46 Kota Payakumbuh yang jatuh pada tanggal 17 Desember 2017 mendatang. Namun sayangnya, Pak Amri tidak menyanggupi ajakan kita ini, disebabkan ketidaksiapannya.
Hadir bersama kami di rumah Amri, Senin (06/11), salah seorang tokoh masyarakat Kelurahan Tanjung Pauh, Afrizal yang juga menjabat Kasi Kesos di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori. Dan terjadilah perbincangan panjang terkait profesi IKM membuat Songkok Ayam yang telah ditekuni Pak Amri sejak tahun 1990, lalu.
Dialah Amri Dt. Pangulu Sati (62) yang berasal dari Kelurahan Kapalo Koto Ampangan Kec. Payakumbuh Selatan yang telah menjalin hubungan suami istri dengan Dayusni (IRT-57), warga RT l RW lll kelurahan Tanjung Pauh Kec. Payakumbuh Barat pada tahun 1977. Dari hasil pernikahan Amri dengan Dayusni, mereka memiliki 4 orang anak perempuan. Untuk menghidupi keluarga dan anak mereka, keseharian Amri dan Dayusni adalah petani paroan sawah dan sesekali Amri berprofesi sebagai tukang bangunan.
Menurut Amri, "sekitar tahun 1990, saya mencoba beralih profesi untuk menjadi mandiri dengan membuat songkok ayam berbahan dasar bambu pilihan (sudah tua dan keras) dari Kab. Agam dan Kota Bukittinggi. Saya bersama keluarga berupaya menekuni profesi ini. Alhamdulillah, usaha ini mendapat respon dari para pembeli lokal bahkan saya sudah mengirim hingga ke Singkil, Sibolga, Riau dan Jambi dengan pelanggan saya bernama Jefri. Untuk mempertahankan kualitas produk, sampai hari ini bambu yang kami pakai adalah bambu yang berasal dari 2 daerah diatas. Dan itu adalah kemauan dari pemesan atau langganan. Semua yang siap langsung habis, hanya bagi kami yang sudah tua, tidak terkejar pesanan itu. Untungnya dari profesi ini dibayar kontan pembeli dan tampa return. Hasil kerja selama ini tidak ada yang ngeluh," Pak Amri awali cerita.
Saat ditanya terkait pola dan metode pembuatan songkok ayam, pak Amri menerangkan, " Kita sengaja memilih bambu yang super dan malahan terkadang kita yang langsung membeli sekaligus menebangnya ke Bukittinggi dan Lasi Kab. Agam. Satu batang bambu kita hargai Rp. 13.500, dan satu batang tersebut kita kabung (potong) 4 bagian dengan ukuran 2 meter 90 cm. Kalaupun kita tidak sempat menebang kita juga sudah punya langganan untuk menebang yaitu Si In Amir. Selanjutnya untuk membawa ke Tanjung Pauh Payakumbuh, kita juga sudah punya langganan coldiesel yang disopiri Sutan Lenggang dan Sutan Nagori dari Bukittinggi. Karena kita sudah langganan sejak tahun 1990, terkadang mereka ikut membantu proses menebang. Dalam 1 coltdiesel, biasanya dapat dimuat sebanyak 80 batang yang sudah dikabung (potong), dan tidak bisa ditambah lagi, karena melanggar aturan lalu lintas," Amri tokoh adat nagari Aur Kuning ini.
Terkait alasan tidak memakai bambu lokal, Pak Amri menjelaskan, " Kalau bambu (poriang) dari Bukittinggi ataupun Agam bambunya mengkilap dan seakan akan berminyak (iduik colok) makin hari makin rancak (bagus ) kuning. Karena rebung (anak bambu) tumbuh dari dalam tanah. Disana masih banyak stok bambunya yang super. Dibandingkan dengan bambu lokal yang pucat pasi apabila semakin tuo disebabkan rebungnya tumbuh diatas tumpukan bekas potongan tebangan. Untuk hasil maksimal, dengan peralatan sedanya seperti parang, gergaji, geget, pisau, bambu yang telah dipotong kita belah sesuai pola yang dipesan pelanggan, ada yang 2,90, 2,70 dan 2,50. Dengan tonggak ukuran 95 cm. Untuk 1 songkok ayam biasanya menghabiskan tonggak sebanyak 56 s/d 58 batang. Pesanan istimewa dari pelanggan di Muaro Bungo (Jambi) tonggaknya dibuat halus dan rapat, sehingga menghabiskan sebanyak 140 tonggak," terang Pak Amri.
Mengenai modal pembuatan songkok ayam, Pak Amri kembali menjelaskan, " untuk membuat 1 set (3 songkok ayam) kami menghabiskan dana sekitar RP. 50.000, dan ini kami jual senilai RP. 90.000. Dan susah untuk menaikan harga. Untuk pelanggan yang hobi pelihara ayam bersama pembeli dari masyarakat, untuk 1 buah songkok ayam biasanya kami lepas dengan harga RP. 50.000 saja, dan itupun masih ditawar. Dalam satu hari hingga malam, biasanya saya secara pribadi hanya bisa siapkan 1 set saja. Dan, Alhamdulillah setiap yang kita buat selalu laris terjual, bahkan tidak terlayani pesanan. Namun, kami saat ini mengeluhkan naiknya harga dawai beton untuk pengikat. Sekarang harganya RP. 20.000/1 kg-nya. Dan kami sangat kekurangan dalam hal permodalan ini. Itu makanya kami tidak ikut ajakan dari Saudara," ungkapnya lagi.
"Terkait iming-iming bantuan modal usaha, sudah banyak dari pihak pemerintah dan swasta yang datang dan mendata. Namun, alhamdulillah hingga saat kini belum ada yang berikan bantuan itu. Bahkan TV nasional dan RCTI pun sudah pernah melakukan liputan di rumah ini, terkait bagaimana cara menbuat songkok ayam yang baik," imbuh gharim Mushalla Al Ikhsan ini.
Terkait regenerasi profesi, Pak Amri mengungkapkan, " saya mulai menekuni profesi ini dan ditambah bertani sejak anak saya yang nomor 3 hingga kini. Bangun rumah dari usaha anyaman termasuk beli honda legenda kredit selama 2 tahun (pada tahun 2002). Karena profesi saya hanya ini, pendidikan anak hanya sampai SLTP, kecuali yang bungsu Ramadhani saat ini sedang di smk. Pengerjaan saya dibantu istri terkadang dibantu anak nomor 3, Desi Marlina yang sudah beranak 2 dan tagak surang (mandiri) membuat songkok ayam. Dan penerus profesi selanjutnya adalah Riza Ramesti (IRT) yang tinggal di Kelurahan Kapalo Koto Ampangan juga sudah mandiri.
Ditempat yang sama kami bertemu salah seorang pelanggan, yaitunya H. Al (46) warga Piladang Kab. 50 Kota yang sedang membeli 23 set menggunakan coltdiesel dan akan dibawa ke Riau. H. Al menerangkan, kami sudah sekitar 10 tahun berlangganan dengan Pak Datuk. Untuk memenuhi permintaan kami, dan supaya Pak Datuk tidak menjualnya kepada yang lain, kami sengaja bayar dimuka," papar H. Al.
Masih di lokasi yang sama, kami kembali bertemu dengan salah seorang warga Tanjung Pauh yang hobi pelihara ayam jago, yaitunya An (40) yang sedang membeli 2 buah songkok ayam.
"Saya tidak mau mencari songkok lalin, buatan Pak Datuk sangat saya sukai. 2 songkok yang saya beli ini seharga Rp 100.000. Murahkan," ungkap An berlalu pamit.
Terkait pembinaan dan bimbingan, esok harinya, Selasa (07/11), kami mencoba Menemui Kepada Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kota Payakumbuh di seputaran Kelurahan Ibuh Kec. Payakumbuh Barat. berhubung sedang ada rapat dinas di jajaran Pemko Payakumbuh dan berlanjut rapat koordinasi dengan pihak BPJS Kesehatan, Kepala dinas tersebut tidak dapat kami mintai pendapat.ul