Sepasang ondel-ondel nampak bergoyang di pinggir jalan. Goyangannya mengikuti irama lagu yang tengah diputar di sebuah tape kecil. Boneka asli Betawi itu pun bergoyang tanpa merasa penat.
Meski tinggi ondel-ondel mencapai 2,5 meter, namun tetap lincah bergoyang ke kiri dan ke kanan. Rambutnya terbuat dari ijuk dan kertas warna-warni. Itulah ondel-ondel "ngamen".
Dulunya, ondel-ondel merupakan penolak bala. Rupanya pun khas, terlihat menakutkan. Namun seiring perjalanan waktu, ondel-ondel terasa lebih humanis. Kini tidak lagi terlihat sangar.
Seperti yang dijumpai Walikota Padang H. Mahyeldi Ansharullah Dt Marajo di dekat rumah makan khas Minang di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/11) sore tadi. Sepasang ondel-ondel itu nampak bergoyang riang.
Mahyeldi yang bermaksud hendak menuju rumah makan untuk berbuka puasa, langsung menghentikan langkahnya. Walikota Padang ikut terhibur melihat gerak-gerik ondel-ondel tersebut.
Melihat itu, Walikota Padang sempat berbisik kepada Wahid yang mendampinginya saat berdinas di Jakarta. Walikota menanyakan bahan pembuat ondel-ondel. Wahid pun menjelaskan bahwa ondel-ondel terbuat dari bambu. Orang yang berada di dalam ondel-ondel dapat melihat suasana di luar melalui celah yang berada di bagian dada kostum ondel-ondel tersebut.
Setelah mendengar cerita dari Wahid, Walikota Padang kemudian mendekati ondel-ondel tersebut. Mahyeldi kemudian menyodorkan selembaran uang yang langsung diterima ondel-ondel.
"Lucu dan menarik," ucap Mahyeldi sambil berlalu.
Seperti dikutip dari 'wikipedia', Ondel-ondel adalah sebuah kebudayaan asli Nusantara yang kemudian menjadi kebudayaan khas dari Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tapi dahulu konon, ondel-ondel tidak dipergunakan untuk hiburan seperti saat ini. Pada masa yang lalu, ondel-ondel digunakan untuk ritual-ritual kepercayaan yang berbau mistis.
Dahulu ondel-ondel, dikenal dengan sebutan Barongan. Istilah barongan ini asal katanya adalah dari kalimat ajakan yang dalam bahasa betawi berbunyi “Ngarak bareng nyok..!!”. Dari kalimat ajakan inilah kemudian berkembang menjadi nama sebutan untuk boneka raksasa tersebut menjadi Barongan dan akhirnya menjadi ondel-ondel.
Menurut cerita yang berkembang, dahulu banyak terdapat penyakit yang tidak diketahui oleh masyarakat Betawi. Penyakit tersebut diyakini karena ulah dari roh jahat yang datang ke kampung. Karena masalah ini, masyarakat kemudian melaksanakan sebuah ritual yang melibatkan sebuah boneka raksasa bertampang menyeramkan. Dan setelah boneka itu di arak keliling kampung oleh masyarakat sekitar, penyakit itu pun kemudian hilang. Dari sinilah kemudian ondel-ondel digunakan sebagai boneka penolak bala dan wabah penyakit oleh masyarakat Betawi. Karena masyarakat setempat menjadikan ondel-ondel sebagai personafikasi dari nenek moyang atau leluhur yang akan melindungi mereka.
Sementara, menurut budayawan Alwi Shihab digunakannya ondel-ondel untuk ngamen merupakan degradasi budaya. Ondel-ondel merupakan seni yang adiluhung yang tak seharusnya dijadikan alat mengamen.(ch)