Dialah Bapak H. Azwirman (64) sang pembuat Payung Pedagang Kaki 5 di Kota Payakumbuh. Pria yang lahir di IV Koto Sungai Jariang Kampuang Pisang Kab. Agam ini sudah sekitar 47 tahun menekuni pekerjaan ini.
Berlokasi di Kelurahan Padang Tanagah Balai nan Duo Kec. Payakumbuh Barat, bersama sang istri Sumarni, keseharian Azwirman hanyalah sebagai pembuat dan rehab payung pedagang K5.
Dijumpai sedang membuat payung baru di rumah anaknya, Rabu (22/11), Azwirman yang menyandang suku Simabur, pun menceritakan kisah hidupnya ayang penuh suka duka.
“ Secara pribadi, kami sudah menekuni usaha ini sejak usia 17 tahun, saat itu Pasar Payakumbuh masih bernama Pasar Syarikat yang lazim disapa Pokan Akaik. Karena susahnya ekonomi orangtua saat itu, saya melakukan pekerjaan ini untuk membantu mereka. Saat itu belum ada Kotamadya. Saya menekuni profesi ini, karena saya tidak ingin kerja terikat banyak aturan, lebih baik mandiri,” terang bapak 5 anak dan 11 cucu, singkat.
Mulai Tahun 1968, kita sudah buat payung pedagang sekitar 200 buah dan dipersewakan kepada pedagang Kaki 5 di pasar ateh dan pasar ibuh. Dan alhamdulillah hingga kini masih bertahan, walau hanya untuk pasar ibuh saja.
Untuk satu buah payung ukuran besar berdiameter 4 dan 3,2 meter, kita jual seharga RP. 600 ribu sedangkan kalau disewakan Rp. 50 ribu / seminggu. Kalau sewa perhari sekitar Rp. 5.000 -7.000 per harinya.
Untuk dapat mendistribusikan sewa payung di Pasar Payakumbuh, kita memiliki SK dari Pemko Payakumbuh, dan tidak bisa asalan. Kita urus izin dan bayar pajaknya. Yang namanya disewakan, pasti ada kerusakan,” terang Bapak yang hanya tamatan Sekolah Rakyat dan lanjut ke SD Muhammadiyah ini.
Alhamdulillah, dengan usaha itu, saya dan istri besarkan anak-anak dan nafkahi keluarga, hingga kini. Bahkan untuk menunaikan rukun islam kelima. Saya bersama istri berangkat HAJI tahun 2011 saat itu barengan satu rombongan dengan Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja, Depi Sastra,sekarang.
Di bengkel inilah keseharian kami merakit Botuang (bambu) sebagai bingkai payung, yang sengaja kita dataangkan dari mudiak (Kab. 50 Kota), dan Botuangnya juga pilihan. Terkait tongkak payung kita sudah punya langganan di seputran Kelurahan Napar.
Terkait puncak payung terbuat dari kayu surian juga demikian, kita sengaja pesan dengan tukang lariak (tukang kayu) dari Nagari Gurun Kab. 50 Kota. Satu buah payung baru kita termodal sekitar Rp. 150.00 hingga 200.000.
Untuk meramu 1 buah payung dari awal hingga akhir menghabiskan waktu sekitar 5 sampai 7 hari. Kalau untuk rehab, dalam waktu 1 hari, biasanya kita bisa tuntaskan 3-4 payung. Maklumlah kita hanya pergunakan peralatan seadanya. Peralatan yang wajib ada berupa Botuang untuk bingkai, kayu bulat untuk tonggak, cincin dan pengunci, parang, gergaji, jarum, tali nilon, benang tetoron, terpal, plastik lampisan, paku dan kawat. Yang namanya disewakan pastilah ada kerusakan, bahkan ada yang sampai hilang.
Terkait perkembangan Kota Payakumbuh yang semakin pesat pembangunannya, H. Azwirman mengakui adanya penurunan pesanan.
“Yang namanya usaha, pastilah ada jatu dan bangun, bahkan berurusan dengan hukum. Namun Allah akan menunjuki kita ke arah benar.Saat ini, permintaan payung sewa alami penurunan, sejak dibangunnya beberapa petak kios, dan pedagang sudah mulai beralih kesana.
Mayoritas saat ini payung kita terpakai di los ikan pasar ibuh. Padahal dengan sewa ini, kita bisa buat payung baru dengan maksimal. Usaha dan keahlian ini, sudah kita turunkan kepada anak-anak, termasuk menjemput sewa tiap sorenya. Karena kita sudah mulai lanjut usia, dan tenaga pun sudah mulai melemah.
Tapi kita tidak putus asa, selagi hidung ditempuh nafas, kita akan tetap berusaha. Saya malah prihatin dengan generasi sekarang yang hobi malas-malasan, serta hobi pakai narkoba. Untung mereka tidak hidup dimasa saya remaja. Sadarlah wahai pemuda, kita tidak akan hidup lama. Semua akan dipertanggungjawabkan,” tukuk Azwirman memotivasi.(ul).