IMPIANNEWS.COM (Jakarta).
Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) menetapkan satu tersangka baru dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara pada periode 2016 hingga 2017.
"Hari ini, kami menetapan satu tersangka dari anggota TNI AU, yaitu atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan yang secara administrasi bertanggung jawab terhadap pengadaan barang dan jasa dalam hal ini adalah pesawat helikopter AW-101," kata Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayor Jenderal TNI Dodik Wijanarko saat konferensi pers di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat (16/6).
Dodik menyatakan sampai hari ini tersangka dari pihak TNI ada empat orang terkait dengan dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 itu.
"Sekali lagi kami ingin menyampaikan bahwa ini adalah tersangka sementara karena penyidik POM TNI bekerja sama dengan KPK, PPATK, dan Atase Pertahanan masih terus melakukan berbagai kegiatan penyidikan dan penyelidikan," ujar dia.
Menurut dia, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru di lingkungan TNI. Dalam penyidikan kasus itu, Dodik mengatakan pada Rabu (7/6) tim gabungan telah menyita uang sekitar Rp 7,3 miliar dari Letkol administrasi WW, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Sudah diamankan, diduga uangnya ada kaitan dengan permasalahan pengadaan helikopter AW-101 ini," ujar Dodik
Selain Dodik, turut hadir dalam konferensi tersebut dua wakil ketua KPK, Saut Situmorang dan Basaria Panjaitan, serta Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Dalam kesempatan sama, KPK juga menetapkan seorang tersangka baru dari unsur swasta dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 itu.
"KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan dengan menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh (IKS) sebagai tersangka," kata Basaria.
Tersangka Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU pada tahun 2016 s.d. 2017.
"Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar," kata Basaria.
Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Basaria menjelaskan bahwa penyidikan perkara tersebut sejak Maret 2017 atas laporan masyarakat yang diterima KPK pada Januari 2017. "Sejak saat itu, KPK terus berkoordinasi dengan pihak POM TNI AU dengan memintai keterangan sejumlah pihak, terutama pihak-pihak yang berada dalam kewenangan TNI AU," kata Basaria.
Sebelumnya, Basaria mengatakan, pada April 2016, TNI AU mengadakan pengadaan satu unit helikopter angkut AW-101 menggunakan metode pemilihan khusus, yang artinya proses lelang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.
"Tersangka IKS selaku Direktur DJM juga diduga sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang (KCG) mengikuti pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut," kata Basaria.
KPK menduga sebelum proses lelang, tersangka Irfan Kurnia Saleh sudah melakukan perikatan kontrak dengan AgustaWestland sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp 514 miliar.
"Pada Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT DJM dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU dan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman helikopter dilakukan sekitar Februari 2017," ujar dia.
Basaria menyatakan sebagai bentuk pertanggungjawaban KPK pada publik sebagaimana diatur di dalam Pasal 20 UU No. 30/2002 tentang KPK, maka KPK berharap masyarakat tetap mengawal penanganan perkara ini dan kinerja KPK secara umum.
Sebelumnya, dalam kasus tersebut, POM TNI sudah menetapkan tiga tersangka, yaitu Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas dan Pelda SS staf pekas yang menyalurkan dana kepada pihak-pihak tertentu.
Perseroan Terbatas (PT) Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa peralatan militer nonsenjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah peraturan kontrol ekspor peralatan militer dari AS dan lisensi (big trade business licence, SIUP).
Sumber : Antara
0 Comments